Friday, December 26, 2008

Dumbeg

gumbegNama makanan ini agak unik dan menurut saya cukup lucu: "Dumbeg". Ketika pertama kali mendengar nama ini, pikiran saya segera membayangkan film kocak "Dumb and Dumberer". Setelah itu, saya teringat tradisi "Gumbregan" di desa saya. Setiap wuku Gumbreg dalam penanggalan Jawa, warga kampung saya menggelar ritual untuk mendoakan alat-alat pertanian seperti luku (bajak) garu, pacul, sabit dan sapi. Para petani mengeluarkan sesaji berupa nasi gudangan dan umbi-umbian rebus seperti uwi, gembili, suwek, garut, ganyong, singkong, ketela rambat, dll. Setelah didoakan, sesaji ini dibagikan secara merata kepada anak-anak kampung. Setelah itu mereka pindah ke rumah petani lain. Tradisi ini dilaksanakan setelah Maghrib. Anak-anak berkunjung dari rumah ke rumah sambil membawa bakul nasi untuk mengumpulkan makanan. Mirip dengan tradisi Halloween di mana anak-anak mengumpulkan permen dari rumah ke rumah.

Kembali ke Dumbeg. Makanan ini terbuat dari tepung nasi yang dibumbui dengan gula kelapa, kemudian dibungkus menggunakan daun kelapa muda (janur) dengan cara dililitkan menyerupai kerucut. Setelah itu dikukus dengan matang.
Cara memakannya dengan memegang bagian bawah yang lancip, membuka lilitannya sedikit demi sedikit untuk menyantapnya hingga habis. Rasanya tentu saja manis, namun yang menarik adalah aroma pembungkusnya. Karena mengalami proses pemanasan, maka bau yang dimiliki oleh daun kelapa itu meresap ke dalam makanan. Hal ini menimbulkan aroma yang khas.
Selain dumbeg, makanan lain yang dibungkus dengan janur adalah ketupat dan legondo. Kalau ketupat, tentu sudah banyak orang yang tahu. Bagaimana dengan legondo? Legondo adalah penganan yang terbuat dari ketan, yang bagian tengahnya diberi daging cincang, abon atau kalau pingin ngirit diberi parutan kelapa. Memang mirip sekali dengan lemper, namun dibungkus dengan janur dengan cara dililitkan membentuk silinder, lalu diikat dengan tali dari bambu. Setelah itu dikukus sampai masak.
Pada zaman yang serba praktis ini, penganan jenis seperti ini tidak lagi populer karena cara membuatnya yang agak ribet. Karena ingin cepat, maka untuk membuat ketupat tidak lagi menggunakan bungkus janur, melainkan dibungkus plastik saja. Hal ini seperti ini sebenarnya kurang tepat karena aroma janur akan hilang dari ketupat. Selain itu, ketika mengalami pemanasan yang sangat tinggi, bungkus plastik ini akan mengalami perubahan kimiawi yang bersifat racun.
Selain janur, nenek moyang kita telah menemukan berbagai jenis pembungkus makanan yang lebih ramah lingkungan dan sehat. Hampir semua suku di Indonesia mengenal daun pisang sebagai pembungkus makanan. Entah itu untuk makanan yang direbus, dibakar, dipanggang atau pun dipepes. Daun pisang juga menimbulkan aroma yang khas.
Dulu, di kampung saya menggunakan daun jati sebagai pembungkus nasi pada acara kenduri. Nasi yang masih panas dibentuk bulat seukuran bola voli, kemudian dibungkus dengan daun jati. Nasi yang masih panas, ketika bersentuhan dengan daun jati juga menimbulkan aroma yang enak. Daun talas juga dapat dipakai untuk membungkus makanan yang akan dipepes. Ada juga daun singkong yang dimanfaatkan untuk bungkus buntil.
***
Tapi hendak dikata. Gerusan gelombang kapitalisasi telah meminggirkan kearifan lokal ini. Sekarang kita sulit menemukan tempe mentah yang masih dibungkus dengan daun jati. Kebanyakan tempe sudah dibungkus plastik dan menggunakan kedelai impor yang berbiji besar-besar. Bahkan sudah ada pengusaha yang membuka usaha pengalengan tempe. Dulu, saya masih menjumpai ibu-ibu yang menggendong segulung besar daun jati untuk dijual ke pasar. Sekarang sudah tergantikan oleh kertas dan plastik. Inikah yang disebut kemajuan zaman? Atau justru menuju kepada kehancuran peradaban?
Sekarang, nasi gudeg pun dibungkus menggunakan Styrofoam. Dulu, ketika mahasiswa, saya masih bisa menikmati nasi gudeg di atas pincuk daun pisang, dimakan dengan tangan telanjang. Rasanya nikmat sekali. Waktu kecil, anak-anak di kampung saya terbiasa makan nasi uduk dengan alas daun jati yang pada acara bersih desa. Dulu, pada acara Natal, konsumsinya dibungkus dengan daun pisang. Kami menyebutnya “Sedan Hijau” karena bentuknya mirip mobil sedan. Sekarang, konsumsi Natal dikemas dengan kardus, Styrofoam atau setidaknya kertas minyak. Ini sebuah kemajuan atau kemunduran? Entahlah. Yang jelas, kalau saya merindukan makanan zaman masih kecil, saya terpaksa harus menjelajah tempat-tempat yang lebih terpelosok lagi. Pertengahan tahun 2008, ketika mengirimkan air bersih ke GKJ Baran, Gunungkidul, kami disuguhi uwi, gembili dan kacang rebus. Saya seakan dibawa oleh kapsul waktu kembali ke masa 30 tahun yang lalu.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Vox Populi, Vox Duit

Berkaitan dengan Pemilu 2009, Mahkamah Konstitusi membatalkan aturan pemakaian sistem nomor urut dalam penetapan calon anggota legislatif. Sebagai gantinya, maka digunakan suara terbanyak. Itu artinya, caleg yang bernomor urut nomor wahid tidak otomatis akan menjadi anggota DPR/D jika suara yang diraihnya tidak memenuhi bilangan yang ditetapkan. Sebaliknya, caleg yang bernomor buncit sekalipun masih ada peluang untuk menjadi anggota dewan.
Lalu apa implikasi dari ketentuan ini. Pertama, peraturan ini telah menihilkan kuota 30 persen bagi perempuan di lembaga wakil rakyat. Aturan baru ini ibarat sebuah pertarungan bebas. Siapa yang kuat, dia adalah yang menang. Secara sepintas hal ini kelihatan demokratis. Tapi jika ditilik lebih jauh, pertarungan bebas ini hanya dapat berlangsung fair jika dilakukan oleh pihak-pihak yang memiliki kekuatan yang sama. Dalam kenyataannya, karena tertindas oleh sistem patriarkis selama bertahun-tahun, maka kelompok perempuan kurang memiliki sumber daya dan akses informasi yang dapat digunakan dalam pertarungan bebas ini. Jadi ini seperti pertarungan antara juara kelas berat dengan kelas bulu. Seperti antara pertarungan antara Daud dan Goliat. Sayangnya, dalam kehidupan zaman sekarang tidak selamanya dimenangkan oleh Daud.
Implikasi kedua, banyak politisi karbitan yang mendadak menjadi anggota dewan. Sistem baru ini memberi kesempatan kepada setiap orang yang memiliki dana yang besar atau popularitas yang mentereng untuk menjadi wakil rakyat. Orang yang sedang ngetop dan memiliki banyak penggemar seperti artis atau penyanyi punya peluang besar untuk menang. Orang yang punya banyak uang untuk dibelanjakan dalam bentuk iklan akan mudah meraih suara. Tapi bagaimana dengan kompetensi mereka? Saya tidak mengatakan semua selebritas atau orang kaya tidak punya kompetensi, tapi lihatlah saja buktinya artis-artis yang sekarang menjadi anggota dewan yang terhormat. Berapa banyak di antara mereka yang lantang menyuarakan kepedihan rakyat? Apakah mereka rajin mengikuti rapat-rapat dengar pendapat? Apakah mereka mampu menyerap aspirasi rakyat dan mengartikulasikannya dengan tepat? Kemampuan seperti ini tidak dapat diperoleh dengan sekejap, namun hasil dari tempaan dari pengalaman berorganisasi selama menjadi kader anggota partai.
Sebagai gambaran, ketika pergi ke Solo Baru, saya melihat poster kampanye seorang caleg dari partai moncong putih yang menampilkan seorang mantan “pendeta” berinisial SH. Dia dulu berasal Muslim. Dan ketika dia menganut agama Kristen, maka terjadilah kehebohan, apalagi namanya berbau Arab. Banyak yang gereja segera mengundangnya untuk memberikan kesaksian. Kaset VCD kesaksiannya laku keras. Bahkan ada sebuah denominasi gereja yang kemudian menahbiskannya menjadi pendeta.
Namun jabatan kependetaan ini tidak berlangsung lama, karena SH ini kemudian kembali merasuk agama Muslim. Gereja yang dipimpinnya sekarang sudah ditutup. Sekarang wajahnya terpampang dengan megah pada berlembar-lembar poster di pinggir jalan. Dia berjanji akan membela rakyat. Dengan melihat kelakuannya seperti itu, apakah kita rela diwakili olehnya. Saya tidak mempersoalkan kepindahannya menjadi penganut Muslim. Bagi saya, perpindahan iman adalah masalah personal, antara orang tersebut dengan Tuhannya. Tidak ada orang lain yang bisa berdiri di tengah-tengah. Jika ada orang beragama lain yang mengakui Kristus sebagai Juruselamatnya, saya pasti akan bergembira. Sebaliknya, jika ada orang Kristen yang merasuk iman lain, jika itu membuatnya menjadi orang yang lebih baik dan saleh, maka saya dapat memahami tindakannya.
Yang membuat saya heran adalah mengapa dia bisa menjadi caleg dari partai tersebut. Apakah dia dicalonkan setelah menjadi kader partai tersebut? Atau karena prestasi tertentu? Atau dari faktor lain? Entahlah saya tidak punya data yang akurat. Tapi sejauh pengamatan saya, sekarang ini semakin banyak orang yang mendadak menjadi politisi. Tanpa pengalaman dalam dunia politik, tiba-tiba poster mereka terpampang dengan megahnya.
Secara umum, sebagian besar pemilih di Indonesia tidak melihat program yang ditawarkan oleh kandidat sebagai dasar dalam memilih. Mereka lebih terpengaruh oleh sentimen kelompok (agama, suku, aliran, dll), pengaruh pimpinan infomal dan [mungkin] uang. Kandidat yang mampu menampilkan orkes campursari atau dangdut lebih berpotensi meraup suara daripada kandidat yang menggelar acara debat/dialog program. Itu sebabnya, tidak dibutuhkan kemampuan berorasi atau berorganisasi untuk menang dalam Pemilu nanti. Siapa yang bisa menyentuh emosi dasar manusia, dialah yang akan menang. Vox Populi, Vox Duit

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Wednesday, December 24, 2008

Banser Amankan Gereja


Kebaktian malam Natal di Klaten berlangsung dengan aman, tenteram, dan tanpa insiden yang berarti. Pada malam Natal ini GKI Klaten terpaksa mengadakan kebaktian selama dua kali karena keterbatasan tempat. Kebaktian pertama dimulai pukul 18.00 dan kebaktian kedua pada pukul 22.00 WIB.

Pada siang harinya, kami sempat dibuat was-was dengan inspeksi keamanan dari pihak kepolisian sampai sebanyak tiga kali. Tahun lalu dan tahun-tahun sebelumnya belum pernah diadakan inspeksi seperti ini. Pemeriksaan pertama dilakukan oleh tim Gegana pada pukul 10.00 pagi. Mereka memeriksa seluruh bangku-bangku gereja, mengecek setiap pot dan melongok setiap kolong dan bawah panggung.

Enam jam kemudian, datang lagi tim dari kepolisian. Kami mengatakan bahwa gereja sudah diperiksa oleh tim Gegana, tetapi mereka tetap ingin memeriksa sekali lagi. "Untuk memastikan supaya situasi aman,"kata pimpinan rombongan. Kami persilakan mereka mengerjakan perintah atasan. Toh tidak ada sesuatu yang mengganggu persiapan kami. Menggunakan detektor metal, mereka sekali lagi memeriksa gedung gereja. Menurut saya, alat itu sebenarnya tidak berfungsi efektif karena banyak metal logam di gereja yang pasti akan membuat alat itu aktif. Tapi toh tak mengapa.Setidaknya penggunaannya dapat menciptakan rasa aman.

Yang mengherankan, satu jam kemudian Kapolres Klaten beserta dengan stafnya meninjau lagi kesiapan kami. Ini baru pertama kali perwira polisi tertinggi di Klaten memeriksa langsung pengamanan Natal. Dalam hal ini kami sebagai warga masyarakat dan warga negara merasa berterimakasih dan terlindungi. Namun hati kecil merasa sedikit heran apakah harus dilakukan pemeriksaan secara beruntun? Ada apa gerangan? Apakah ada sesuatu yang membuat aparat keamanan harus waspada?

Pertanyaan ini menggantung di benak sebagian panitia hingga pelaksanaan kebaktian. Kebaktian I dihadiri lebih dari 300 orang. Seluruh kursi terisi penuh. kebaktian yang dilayani oleh pdt. Pelangi Kurnia Putri ini diiringi oleh musik Ensemble Gitar. Ada enam pemuda yang mengiringi pujian menggunakan gitar akustik. Sedangkan Kebaktian II yang dipimpin oleh pdt. Phan Bie Thon dihadiri lebih sedikit jemaat. Meski begitu, 90 persen kapasitas tempat duduk terisi oleh anggota jemaat.

Selain mendapat bantuan pengamanan dari kepolisian, kami juga mendapat pengamanan dari Banser (Barusan Serbaguna) dari NU. Ada puluhan pemuda Muslim berpakaian doreng-doreng yang ikut berjaga di depan gereja. Selama ini, gereja kami memang menjalin hubungan baik dengan rekan-rekan dari NU. Setiap mengadakan Pasar Murah, kami sering melakukannya bersama-sama dengan para santri dan Pondok Pesantren "Pancasila Sakti", pimpinan kyai karismatik mbah Lim. Itu sebabnya, pada malam Natal ini, mereka menawarkan diri untuk ikut menjaga keamanan selama ibadah berlangsung.

Lihiat videonya di sini

PIC_1022

Ibadah Malam Natal, 24 Desember di GKI Klaten PIC_1024

Pengamanan dari Banser NU

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Monday, November 24, 2008

Video Latihan Observasi

Saya diundang oleh Yayasan Lembaga SABDA (YLSA), Solo untuk memberi pelatihan kepada staf mereka. Kalau Anda menggunakan program alkitab elektronik SABDA, Anda pasti mengenal lembaga ini.
Salah satu teknik yang diajarkan dalam pelatihan itu adalah pengumpulan data menggunakan metode observasi. Berikut rekaman videonya.

Video: Purnawan Kristanto
Nonton Bioskop Gratis!

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Teknik Membaca Cepat

Oleh Purnawan Kristanto
Ketika mengumpulkan bahan-bahan dari sumber sekunder, Anda tidak mungkin membaca keseluruhan bahan sebelum memastikan akan memakai bahan tersebut atau tidak. Ibarat sedang belanja bahan, Anda tidak mungkin meneliti semua bahan masakan yang ada di pasar. Anda harus memeriksa dan memutuskan dengan cepat. Dalam hal ini dibutuhkan keterampilan membaca cepat.

Syarat utama untuk dapat membaca cepat adalah Anda mengetahui dengan persis bahan apa yang sedang Anda cari. Ketika masuk ke pasar, Anda sudah punya daftar belanjaan. Dengan demikian Anda mudah mencari bahan-bahan. Jika Anda akan memasak steak, maka Anda segera pergi ke bagian daging.


Langkah pertama adalah melakukan pemindaian secara cepat. Anda hanya mencari bagian-bagian yang Anda butuhkan. Ini seperti Anda melihat papan penunjuk los-los di pasar. Anda berjalan dengan cepat dengan tidak menghiraukan barang-barang dagangan yang dipajang. Begitu Anda melihat papan penunjuk bertulis "daging sapi", barulah Anda berhenti, kemudian memperhatikan barang dagangan secara mendetil. Analogi serupa dilakukan ketika membaca bahan pustaka. Anda mencari "papan penunjuk", biasanya berupa judul bab, sub judul atau kata-kata kunci. Ketika sampai pada bagian yang dikehendaki, barulah Anda membacanya dengan tempo yang lebih lambat sehingga dapat memahami isinya.

Ketika Anda membaca uraian secara terperinci, Anda masih perlu menguasai keterampilan membaca yang efisien. Pada saat mulai belajar membaca, kita diajari untuk mengeja huruf demi huruf atau membaca kata demi kata. Ketika kita merasa tidak yakin telah membaca dengan benar, maka kita mengulang lagi kata atau kalimat yang telah kita lewati. Hal ini jelas menyita waktu dan menguras energi. Bayangkanlah otot bola mata Anda harus bekerja keras karena bolak-balik bergerak dari kiri ke kanan dan sebaliknya.

Seorang pembaca yang terlatih akan membaca beberapa kata dalam satu blok. Matanya hanya berhenti sejenak pada sebuah blok kemudian berpindah ke blok berikutnya. Dia jarang sekali kembali ke blok sebelumnya. Cara ini akan menghemat waktu dan menambah jumlah informasi yang dapat diserap oleh otak.

Hambatan lain dalam membaca cepat adalah kebiasaan membaca dengan bibir bergerak-gerak. Gerakan otot lebih lambat daripada kecepatan gerak otak. Jika kita membaca dengan gerakan bibir, maka otak dipaksa melambatkan kecepatannya untuk menyesuaikan diri dengan gerakan bibir.

Teknik SQ3R

Teknik ini sangat membantu kita dalam menyerap informasi tertulis. Bagaimana caranya? Teknik ini menggunakan metode penahapan dalam membaca.

1. Survey

Lakukan pemindaian terhadap daftar isi, pendahuluan, bab pertama/pengantar dan bagian ringkasan untuk mendapatkan gambaran umum isi buku. Tentukan apakah Anda akan menggunakan bahan ini atau tidak. Jika ya, maka Anda bisa melangkah ke tahap berikut

2. Question

Buatlah daftar pertanyaan yang berkaitan dengan bahan-bahan yang sedang Anda cari. Pertanyaan ini dapat digunakan sebagai tujuan utama di dalam membaca buku tersebut.

3. Read

Sekarang bacalah isi buku tersebut. Lewati bagian yang kurang menarik. Ketika sampai bagian yang dapat digunakan sebagai bahan penulisan, bacalah dengan cermat. Dalam hal ini Anda boleh membaca dengan tempo lambat, terutama jika pembahasannya sulit dipahami. Ketika membaca, jangan lupa untuk mencatat bagian-bagian yang menarik.

4. Recall

Ketika Anda membaca uraian yang Anda butuhkan, maka pahami isinya dan ingat-ingatlah bagian itu. Simpanlah kata-kata kunci di dalam ingatan Anda. Proses ini sangat penting jika Anda akan melakukan parafrasa bacaan tersebut sehingga tidak melanggar hal cipta karena melakukan plagiat.

5. Review

Setelah mengingat-ingat, Anda dapat beralih ke tahapan terakhir yaitu mengulas materi yang Anda dapatkan. Tindakan ini dapat dilakukan dengan membaca ulang uraian dalam buku tersebut, mengembangkan catatan Anda atau mendiskusikannya dengan orang lain. Cara lain yang sangat efektif adalah mengajarkan informasi itu kepada orang lain. Dengan cara ini, Anda akan semakin ingat informasi yang Anda ajarkan.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Teknik Mengumpulkan Bahan Tulisan

Anda tidak akan membuang waktu dengan sia-sia jika Anda menggunakan pengalaman dengan bijaksana.

Auguste Rodin

Sebuah artikel di situs www.sabda.org mengibaratkan menulis cerita sebagai usaha menyiapkan hidangan perjamuan makan. Penulis mengutip Matius 22:4, “Sesungguhnya, hidanganku telah kusediakan ... semuanya telah tersedia, datanglah ke perjamuan."

Keberhasilan suatu perjamuan ditentukan oleh persiapan-persiapan yang telah dibuat. Tidak ada seorang tamu pun yang telah diundang ke suatu perjamuan, yang akan senang bila ia tiba di tempat perjamuan dan mendapati bahwa belum ada persiapan apa-apa. Kurangnya persiapan menunjukkan kurangnya perhatian kepada tamu yang diundang. Persiapan yang banyak bagi kesenangannya akan menyebabkan tamu itu merasa dirinya dipentingkan. Tentunya setelah selesai, dia akan meninggalkan pesta itu dengan mengatakan, "Perjamuannya baik sekali. Saya benar-benar menikmatinya!"

Benar, persiapan yang cukup adalah langkah pertama untuk menentukan apakah suatu usaha akan berhasil. Ada pepatah, “Jika kita gagal melakukan persiapan, maka sebenarnya kita telah melakukan persiapan untuk gagal.” Persiapan yang baik adalah setengah perjalanan menuju kesuksesan. Prinsip yang sama juga berlaku dalam menulis. Persiapan menulis memakan waktu dan usaha. Namun, persiapan itu sangat penting bagi keberhasilan!

***

Sebelum memasak, seorang koki harus menentukan menu masakannya lebih dulu. Demikian juga, seorang penulis harus menetapkan “menu tulisan” lebih dulu. Jika menu sudah dibuat, maka tindakan berikutnya adalah pergi ke pasar untuk berbelanja bahan-bahan yang diperlukan. Anda bisa berbelanja bahan-bahan cerita di pasar ide. Ada tiga jenis pasar ide, yaitu pasar ingatan, pengamatan dan riset. Pada sessi pertama kita sudah mengulas dan mempraktikkan belanja bahan dari pasar ingatan. Sessi berikut, kita akan berbelanja di dua pasar yang lain.

I. PASAR PENGAMATAN

Meskipun ingatan dapat menjadi sumber cerita yang kaya, tetapi Anda tidak semua hal masuk ke dalam ingatan Anda. Contohnya, kalau Anda dibesarkan di gunung, Anda mungkin tidak punya kenangan atas kehidupan di laut. Kalau Anda lahir dan besar di kota, Anda mungkin tidak memiliki kenangan atau pengalaman sebagai penggembala. Untuk itu, Anda dapat memakai teknik pengamatan atau observasi.

a. Pengamatan Objek

Di dalam kemiliteran sebelum menyerbu sebuah kota, sang perwira biasanya mengirimkan unit mata-mata untuk menyusup ke sasaran serbu. Tugas mereka adalah mengamati situasi di dalam kota dan mengumpulkan informasi intelijen sebanyak-banyaknya. Misalnya mencatat keadaan jalan, pembangkit listrik, instalasi militer, sarana komunikasi, jumlah penduduk dll.

Mirip dengan agen spionase, dalam metode ini Anda mendatangi sebuah tempat dan mencatat apa saja yang menonjol dan berkesan bagi Anda. Berikut caranya:

a. Bawalah bloknot dan alat tulis. Datangilah sebuah tempat yang ingin Anda amati, kemudian tentukan sudut pandang Anda. Ada empat sudut pandang:

a.1. Sudut pandang wisatawan

Posisi mata Anda sejajar dengan objek yang akan diamati. Anda dapat mengamati salah satu sisi objek yang diamati: sebelah muka, belakang dan samping.

a.2. Sudut pandang burung

Posisi mata Anda di atas objek yang diamati. Misalnya, Anda mengamati lapangan parkir dari puncak gedung, menyaksikan pertandingan sepakbola dari tribun atas, melihat perkotaan dari pesawat terbang.

a.3. Sudut pandang katak

Posisi mata Anda di bawa objek yang diamati. Misalnya, Anda melihat patung jenderal Sudirman di Jakarta, melihat puncak Monas, memeriksa kolong mobil dll.

a.4. Sudut pandang komidi putar

Pada komidi putar, kita dapat melihat seluruh sisi objek karena objek itu berputar. Karena tidak semua objek dapat diputar, maka dalam hal ini si pengamatlah yang berputar. Ia mengelilingi objek untuk mengamati semua sisinya.

b. Perhatikan objek tersebut dan tuliskan apa saja yang dapat Anda lihat, dengar, cium dan rasa. Pergunakan semua indera yang Anda miliki. Sama seperti dalam curah gagasan, Anda tidak perlu memusingkan masalah susunan kalimat, penulisan ejaan, alur logika dll. Tugas pokok Anda adalah menuliskan kesan dominan yang tertangkap oleh indera-indera Anda.

c. Setelah 15 menit, bacalah catatan yang Anda buat. Lihat objek yang diamati sekali lagi, untuk mengetahui jika ada sesuatu yang ketinggalan untuk dicatat. Akhirnya, tuliskan komentar singkat berdasarkan catatan tersebut.

Contoh

Lokasi: Alun-alun

Waktu: 15.00-17.00

Cuaca: Cerah

· Lapangan berdebu. Rumput kering karena lama tidak turun hujan

· Anak-anak laki-laki asyik bermain sepakbola. Bolanya sudah butut

· Ibu mengajak bayi jalan-jalan sambil menyuapi

· Bau busuk tercium dari selokan yang mampet

· Udara terasa hangat, angin berembus semilir

· Seorang pengamen asyik menghitung hasil ngamennya di bawah pohon beringin

· Seorang anak menangis keras minta jajan es krim

· Penjual sate keliling membakar sate ayam di atas gerobak dorongnya. Baunya enak

b. Pemetaan

Jika Anda memiliki gaya belajar visual, maka Anda dapat melakukan pengamatan dengan membuat sketsa peta. Anda menggambarkan situasi yang Anda amati dengan coretan-coretan tertentu. Ada tiga jenis peta dasar:

Peta spasial. Jenis ini yang paling mudah dibuat karena sama dengan peta konvensional yang selama ini kita kenal. Sang pembuat peta melihat objek-objek, kemudian menempatkannya pada sebidang kertas dengan jarak yang proporsional dengan benda yang lain.

Peta aktivitas. Jenis ini masih memanfaatkan peta spasial, namun sang pengamat membuat catatan tentang pergerakan objek yang diamati dengan menggambar garis putus-putus yang menghubungkan antar lokasi.

Peta figuratif. Peta jenis ini menggambarkan objek dengan perspektif dua atau tiga dimensi. Teknik ini membutuhkan keterampilan menggambar yang di atas rata-rata.

2. PASAR RISET

Ada pepatah mengatakan, “Learn from other people's mistakes, life isn't long enough to make them all yourself.” Meski kelihatannya bercanda, tapi ada kebenaran indah di dalam kebenaran ini. Kita harus belajar dari orang lain. Tidak hanya dari kesalahan mereka saja, tetapi juga dari keberhasilan mereka.

Dengan belajar dari orang lain, kita bisa menghemat waktu, biaya dan sumberdaya lainnya. Sebagai contoh, Anda mungkin belum pernah melihat padang rumput di Israel karena untuk pergi ke sana membutuhkan ongkos besar. Hal ini dapat disiasati dengan riset, yaitu meminta informasi dari orang lain. Ada beberapa langkah yang baik untuk memulai riset:

a. Mulailah dengan perpustakaan pribadi. Kumpulkan kliping dari berbagai macam koran dan majalah yang menarik. Selain itu, Anda pun perlu melengkapi perpustakaan dengan buku‑buku tafsir yang baik, telaah Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru, kamus‑kamus, konkordansi lengkap, ensiklopedia dan bermacam buku teologia, sejarah, arkeologi, penelitian penulis lain, geografi, kebudayaan dan lain sebagainya. Makin lengkap perpustakaan Anda, makin mudah Anda dalam membuat cerita menulis.

b. Gunakan sumber‑sumber informasi. Di Indonesia ada LINK (Lembaga Informasi Kristen), Pusat Perpustakaan Nasional dan sebagainya. Nah, mengapa kita tidak memanfaatkan sumber‑sumber informasi yang bisa memperkaya dan memberi bobot pada cerita Anda?

c. Mengunjungi para pakar. Di samping sumber‑sumber tertulis di atas, Anda pun bisa mendapatkan informasi dari berbagai pakar menurut bidang keahlian mereka masing‑masing. Mereka biasanya senang membagikan ilmu dan keahlian yang mereka miliki, asal kita menanyakan secara sopan serta menjelaskan untuk apa informasi yang kita tanyakan itu. Kalau sumber 'hidup' ini jaraknya dekat, kita bisa langsung datang ke rumahnya dengan perjanjian lebih dulu. Kalau jaraknya jauh, dan cerita dikejar oleh deadline, Anda bisa menyuratinya lebih dulu.

d. Akses internet. Kalau Anda memiliki komputer, modem dan saluran telepon, maka Anda bisa “menjelajahi dunia”. Ada informasi melimpah yang bisa didapatkan dari internet. Gunakan search engine semacam Google.com, Yahoo.com, Ask.com untuk mendapatkan informasi yang diinginkan.


Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Teknik Menulis Cepat

Penulis pemula biasanya bengong cukup lama karena tidak tahu harus menulis apa. Hal ini terjadi karena dia sedang mengharapkan ilham lewat di kepalanya. Pada zaman yang serba cepat ini, metode seperti ini akan membuat kita ketinggalan zaman. Perkembangan teknologi komunikasi yang sangat pesat mendorong orang untuk menulis secara cepat pula. Jika tidak, maka tema tulisan yang kita usung menjadi basi dalam hitungan hari, bahkan dalam hitungan hitungan jam. Jika saat ini Anda masih menulis tentang Obama, maka tulisan Anda tidak akan diminati karena momentumnya sudah lewat.

Untuk itu, kita perlu menguasai teknik penulisan cepat. Metode ini lebih mengandalkan ingatan (memori) kita sebagai bahan tulisan. Jika kita masih harus mencari bahan-bahan penulisan lagi, maka proses penulisan kita menjadi ters

Berikut contohnya:

· Bunga

· Tukang Kebun

· Sederhana

· Anak banyak

· Nakal

· Polisiendat sehingga tidak dapat dikatakan penulisan cepat lagi.

a. Kode Kata

Salah satu kunci untuk membuka peti ingatan kita adalah dengan kode kata. Cara yang dipakai adalah dengan memilih kata kunci dari tema cerita atau premise yang sudah ditentukan. Kata ini dipakai sebagai pijakan awal yang akan menuntun kita untuk menemukan satu tema cerita yang spesifik. Setiap kata akan memicu Anda untuk memikirkan beberapa pengalaman yang Anda memiliki. Ketika Anda mengingat kembali satu pengalaman, hal itu akan mendorong Anda untuk menghubungkannya dengan pengalaman lain yang mungkin terlupakan.

· Kegaduhan

Perhatikan daftar di atas dimulai dari kata yang netral “bunga”. Kata tersebut berhubungan dengan “tukang kebun.” Demikian seterusnya, hingga akhirnya kita menemukan bahan cerita. Dari serangkaian kata-kata ini didapatlah bahan cerita tentang kehidupan tukang kebun yang sederhana, punya anak banyak tapi nakal-nakal sehingga terpaksa berurusan dengan polisi.

Anda bisa memulai metode ini dengan satu kata kunci dari tema tulisan hendak Anda buat. Misalnya, ketaatan, kerendahan hati, ketegaran, kasih, sukacita dll.

b. Curah Gagasan (Brainstorming)

Metode ini merupakan pengembangan dari metode kode kata. Berawal dari sebuah kata, kita menuliskan semua ide yang berkaitan dengan kata tersebut. Hal ini dapat diibaratkan seperti mencurahkan air di dalam gelas ke dalam baskom. Seluruh isi gelas dituangkan semuanya. Tidak ada yang dipilih-pilih. Demikian juga dalam menuliskan ide, tuliskanlah apa saja yang terlintas di otak Anda, tanpa menyeleksinya. Anda tidak perlu memusingkan urut-urutannya, alur logika atau ejaan tulisan.

Contoh:

Ikan

Rasul Petrus menjala ikan

Yesus ikut makan ikan

Ikan bakar bebas kolesterol

Memancing itu asyik

Menjala hasilnya lebih banyak

Yunus pernah ditelan oleh ikan besar

Hati-hati tertusuk duri ikan

Ketika semua ide sudah dituangkan, selanjutnya bacalah daftar ide Anda. Apakah Anda dapat menarik sebuah benang merah di antara daftar itu? Apakah ada ide yang perlu dibuang? Apakah ada kaitan diantara ide tersebut? Setelah membaca kembali daftar ide di atas, saya mendapat ide membuat cerita tentang petualangan dua ekor ikan pada zaman Yesus. Salah satu ikan tersebut tersangkut dalam jaring yang ditebarkan Petrus.

c. Menulis Bebas

Metode ini hampir mirip dengan melamun. Caranya diawali dengan suatu kata tertentu, Anda menulis secara bebas. Tidak harus berkaitan dengan kata kunci tertentu (inilah perbedaan dengan curah gagasan). Tujuan utamanya adalah menulis kalimat sebanyak-banyaknya dalam waktu tertentu (5-10 menit) tanpa berhenti. Anda tidak perlu merisaukan arah tulisan tersebut dan ketepatan ejaan. Tulis saja dengan bebas.

Ada dua teknik yang dapat digunakan. Pertama, menggunakan kode kata sebagai panduannya. Kedua, menulis bebas secara total. Anda menulis seperti mengikuti air yang mengalir. Anda tidak tahu dan tidak meriasukan kemana tujuan akhir dari aliran itu. Yang penting Anda menuangkan apa saja yang terekam di benak Anda.

Contoh:

Hmmm….cerita apa yang bisa kubuat? Ah aku belum punya ide sama sekali. Ide, ide, ide…mengapa ketika dibutuhkan justru tidak datang. Tapi ketika sedang tidak butuh, engkau datang tiba-tiba tanpa memberitahu dulu. Datangmu seperti pencuri. Tidak tahu kapan engkau datang. Engkau datang tanpa mengetuk, dan pergi tanpa permisi. Eh, ya…Tuhan Yesus ‘kan pernah juga memakai perumpamaan ini untuk menggambarkan waktu kedatangan-Nya yang kedua. Kita tidak akan pernah tahu, kapan Dia akan datang lagi sebagai Hakim Agung. Tapi di situlah asyiknya. Kita seperti bermain tebak-tebakan. Apakah hari ini Dia akan datang…. tidak….. datang… tidak… datang… tidak… datang… tidak. Apakah itu seperti menebak seperti ketika menghitung suara tokek? Enggak juga sih. Yesus sudah memberi tanda-tanda. Kita tinggal membaca tanda-tanda zaman saja, maka kita tahu kapan Dia akan datang. Yang dibutuhkan adalah soal kepekaan. Kita harus peka dalam membaca zaman. Ngomong-ngomong soal kepekaan. Dalam bahasa Inggris disebut sensibilitas. Akar katanya adalah sense. Menurut kamus berarti: pikiran, perasaan, kebijaksanaan dan indera. Itu artinya untuk mengasah kepekaan berarti kita melatih menggunakan indera, otak, hati dan roh.

Perhatikan contoh di atas. Berawal dari ketiadaan ide, tulisan tersebut bergerak bebas tanpa fokus yang jelas, namun dengan cara itu justru memunculkan gagasan-gagasan baru. Ini seperti melamun yang ngelantur kemana-mana.

Jika dirasa sudah cukup, maka baca kembali hasil tulisan bebas tersebut. Temukanlah ide-ide menarik yang dapat dikembangkan. Dari tulisan di atas, kita dapat mengembangkan cerita tentang menyambut kedatangan Yesus.

d. Pemetaan Pikiran

Pemetaan pikiran (mind mapping) adalah sistem perekaman pikiran supaya kita biasa menggunakan otak kiri maupun otak kanan dengan baik. Seluruh bagian otak digunakan untuk berpikir. Untuk melakukan ini, kita dapat menggunakan kata-kata kunci, lambang, dan warna. Mind mapping memungkinkan kita membangkitkan dan mengatur pikiran-pikiran pada waktu yang sama.

· Catat poin utama, pikiran atau ide utama.

· Lingkari gagasan utama, kemudian gunakanlah cabang-cabang yang saling menyambung untuk menunjukkan ide-ide yang berhubungan.

· Dalam membuat catatan, petakan hal-hal yang sedang Anda pikirkan. Anda akan membangkitkan lebih banyak ide, melihat hubungan di antara kata-kata kunci, dan lebih bersenang-senang!

Selesai melakukan pemetaan, lihat peta tersebut secara umum. Temukanlah apakah Anda dapat menarik jalinan cerita dari peta otak tersebut.

MENULIS BUKU JURNAL

Seorang penulis wajib memiliki dan selalu membawa buku kecil (atau PDA) kemana pun dia pergi. Inilah yang disebut buku jurnal. Buku ini berbeda dengan buku harian (diary) yang mencatat segala kegiatan fisik setiap hari. Buku ini merupakan catatan dari aktivitas otak kita. Buku ini mencatat semua hal yang terlintas di otak Anda, entah itu ide, kegelisahan, pergumulan, pengalaman atau kekesalan Anda.

Ilham atau ide itu bisa datang kapan saja, tanpa diundang dan tak bisa ditolak. Ketika ide itu datang, kita harus segera mencatatnya. Jangan pernah mempercayai ingatan Anda, karena ingatan kita ini sangat terbatas. Jika kita lalai mencatat dan tidak ingat lagi ide tersebut, maka kita telah melepas angsa yang bertelor emas.

Dengan selalu mengantongi buku jurnal, ada dua keuntungan yang Anda dapatkan:

Pertama, melatih keberanian Anda untuk menulis. Buku jurnal memberikan kebebasan menulis sebebas-bebasnya karena hanya Anda yang akan membacanya. Jadi tidak perlu takut dalam menuangkannya dalam bentuk tulisan. Ada pepatah:practice make perfect (kita bisa karena terbiasa).

Kedua, menyediakan sumber tulisan. Setiap bulan saya harus menulis 11 renungan untuk renungan Blessing. Saya selalu menggunakan jurnal yang saya tulis di blog saya sebagai bahan penulisan. Karena sudah terbiasa menulis jurnal, hal iru memudahkan saya untuk mencari bahan tulisan dengan cepat. Meski efeknya tidak langsung, tetapi menulis jurnal dapat mendukung kita ketika ingin menulis dengan cepat.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Wednesday, October 29, 2008

Aman di Mana-Mana Tatkala Tiada yang Aman


Oleh Johannes Darsum, literature minister

Datanglah kerajaan-Mu, kehendak-Mu jadilah. Kerajaan Allah sudah datang dan sedang datang. Bagaimanakah bentuk kehadiran kerajaan Allah?

Kerajaan Allah adalah Kehidupan

Kerajaan Allah hadir dalam bentuk “kehidupan”. Melalui kesaksian kitab-kitab Injil, kita mendapati bahwa hati Yesus senantiasa terarah kepada kehidupan. Kerajaan Allah sudah datang dan sedang datang. Kerajaan Allah sudah datang dalam teladan kehidupan-Nya. Akulah kehidupan, kata-Nya (Yohanes 14:6). Kerajaan Allah juga sedang datang ke dalam kehidupan setiap orang yang mau menyambutnya.

Kerajaan Allah hadir dalam bentuk kehidupan, bukan dalam bentuk agama. Sistem keagamaan, dan pemuka agama justru kadang kala menghalangi kehadiran kerajaan Allah. Bukan kehidupan yang ada di dalam mereka, tetapi kematian (Matius 23:27). Itulah yang hendak direformasi oleh Yesus Kristus.

Ia berulang kali mendobrak sistem keagamaan yang dibangun oleh pemuka agama dan kalangan elite Yahudi. Puncaknya adalah kemarahan-Nya terhadap praktik “sertifikasi” halal yang menguntungkan kelompok mereka sendiri (Matius 21:12-13).

Pembelaan-Nya kepada kehidupan tergambar jelas dalam kejadian di ladang gandum (Markus 2:23-28), di sinagoge (Markus 3:1-6), di rumah pemimpin orang Farisi (Lukas14:1-6), dalam penggerebekan perempuan yang berzinah (Yohanes 8:1-11), dan banyak kejadian lainnya.

Kehidupan adalah Keamanan

Tidak ada tempat yang aman. Tidak di Indonesia. Tidak di Amerika. Kejadian mutakhir membuktikannya. Everything is risky, kata pakar Risk Management Larry Laudan. Segala sesuatu beresiko, tidak ada yang aman. Namun, bagi orang yang memiliki kehidupan, resiko sebesar apapun tidak lagi menakutinya. Ya, karena Anda kini lebih hidup, sungguh hidup!

Tidak ada yang dapat menghalangi Anda. Seperti Yesus yang tidak mau dihalangi oleh siapa dan apapun demi kehidupan. Begitulah teladan kehidupan-Nya, hidup dalam segala kelimpahan (Yohanes 10:10). Di dalam “kehidupan” yang seperti itu, di dalam kerajaan Allah, di dalam Dia yang memberi kekuatan, segala sesuatu dapat Anda tanggung! (Filipi 4:13).

Tatkala Anda beralih dari sistem keagamaan kepada kehidupan, Anda akan mempunyai paradigma baru terhadap tutorial kehidupan yang Allah berikan, yaitu segenap sabda-Nya. Anda akan merasa beruntung memilikinya. Anda akan gemar mempelajarinya. Anda akan antusias menerapkannya. Anda hidup dan bergerak di dalam sabda-Nya.

Tidak ada tempat yang aman. Namun, tempat yang aman ada di mana-mana. Ya, tempat di mana pun bisa menjadi aman, yaitu tatkala kerajaan Allah hadir di sana. Jika kerajaan Allah sudah hadir dalam kehidupan Anda, niscaya kehidupan Anda pun menghadirkan kerajaan Allah di manapun Anda berada dan ke manapun Anda pergi. Anda sudah aman. Amankan pula lingkungan Anda.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Monday, October 27, 2008

Mengoperasikan Iman Kristiani


Masih efektifkah iman kristiani kita dalam realita baru kehidupan ini? Bagaimana agar aplikatif dalam kehidupan nyata?

Bagaimana mengejawantahkan ora et labora (serta akal-penalar et budi-pekerti) untuk mencapai kesuksesan dan melampauinya dengan tujuan-tujuan yang lebih tinggi dalam Tuhan?

Masih mungkinkah damai sejahtera dan sukacita berdasarkan kebenaran, dan senantiasa beryukur, dalam menghadapi pergumulan di dunia yang makin mengglobal ini?

Bagaimana sepatutnya kita menyikapi fenomena The Secret dan ajaran New AgeMovement?

"My though speaks softly in my ears, be clean in body and spirit even if you have nowhere to lay your head." [Kahlil Gibran]

Simak uraiannya dalam buku terbaru saya,
"The Secret & Purpose Driven Life: Menggapai Manusia Baru, Pikiran Baru, HidupBaru".

Buku yang pas dibaca dalam masa awal tahun baru ini.

Lagipula orang tidak menyalakan pelita lalu meletakkannya di bawah gantang, melainkan di atas kaki dian sehingga menerangi semua orang di dalam rumah itu. Demikianlah hendaknya terangmu bercahaya di depan orang, supaya mereka melihat perbuatanmu yang baik dan memuliakan Bapamu yang di surga. Matius 5:15-16

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Kritisi Ajarannya, Reguk Dahsyatnya!


Daftar Isi:
-Pengantar
1. Quantum Ora-et-Labora
2. The Law of Attraction & Positive Thinking
3. Manusia Baru & Rahasia Keunggulannya
4. Pikiran Baru & Transformasi Akal-Budi
5. Minta, Percaya, Terima
6. Hidup Baru & Penuh Makna
7. The Law of Abraham & Abundant Blessing
8. Gratitude & Positive Attitude
-Penutup: Kaidah Emas Versi Positif Hanya Ada di Alkitab

Ukuran: 13,5 x 17 cm2
Tebal: 136 hlm
Disertai Panduan Mengenali Impian Anda Seutuhnya Berdasarkan Quantum Ora-et-labora
Penulis adalah seorang literature minister, yang aktif dalam komunitas penulis & jurnalis Krisiani (Penjunan) dan lama bekerja fulltime di sebuah gereja di Jakarta. Sekarang melayani di Abbalove Oikos Community.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Friday, July 25, 2008

Belajar dari Ana dan Diran

oleh Martha Pratana

Ini cerita tentang Ana dan Diran. Ceritanya asli (memang terjadi), tetapi namanya direkayasa.

Ana pintar memasak masakan Indonesia. Kalau memasak rawon, soto, balado dan lain-lain memang oke sekali. Ana juga menyadari bahwa dirinya itu pandai memasak. Sayangnya, Ana "over pe-de", dia anggap kalau sudah pandai memasak masakan Indonesia itu berarti dia pasti bisa memasak semua jenis masakan secara otomatis.

Pada suatu ketika, dia ditempatkan pada suatu situasi di mana dia harus memasak masakan Cina. Dia harus memasak fuyunghai. Tentu, dia tahu yang namanya fuyunghai itu modelnya bagaimana. Dia pun sudah pernah mencicipi bagaimana rasa fuyunghai itu. Tetapi, memasak fuyunghai? Dia belum pernah.

Tetapi Ana tak bisa mengelak. Dia harus memasak fuyunghai. Dan hasilnya? Ana gagal. Ana tak paham bagaimana membuat saus fuyunghai.

Tetapi Ana masih merasa dia serba bisa dalam hal masak memasak.

Suatu kali, Ana berkenalan dengan seorang pemuda. Pada pandangan pertama, kelihatannya si pemuda menyukai Ana. Demikian pula Ana, yang memang sudah lama mencari-cari calon suami, langsung jatuh hati pada pemuda ini.

Pertemuan pertama berlanjut pada pertemuan kedua dan pertemuan-pertemuan selanjutnya. Mereka mulai saling menjajaki. Pada pertemuan yang kesekian, Ana mulai berani menyombongkan diri. Pikirnya, sekalian promosi, dia bercerita pada pemuda itu, yang bernama Diran, bahwa dia pandai masak. Ana mengatakan bahwa majikannya cocok dengan masakannya (Ana bekerja sebagai seorang kepala rumah tangga di sebuah keluarga). Ana pun bertanya, apa pekerjaan Diran. Diran menjawab bahwa dia bekerja di sebuah restoran. Ana senang. Katanya, tipe pekerjaan mereka memiliki benang merah. yaitu sama-sama bersentuhan dengan makanan.

Pada pertemuan selanjutnya, Ana bercerita bahwa sebagai kepala rumah tangga, Ana tidak hanya memasak, tapi juga melakukan pekerjaan-pekerjaan lainnya, seperti mencuci baju, membersihkan perabot dan sebagainya. Pokoknya pekerjaan Ana sangat kompleks. Dia bekerja serabutan dan Ana memberikan kesan bahwa dia orang yang sangat terampil dan jika jadi isteri pasti dia jadi isteri yang mumpuni.

Secara iseng, Ana bertanya pada Diran, apakah kalau kerja di restoran Diran harus pakai seragam? Karena sejauh yang Ana tahu, pada umumnya karyawan restoran selalu memakai seragam kalau bekerja. Dan Diran pun menjawab, "Iya dong...mesti pakai seragam. Aku pakai seragam koki..."

Ooops! Hati Ana berdetak keras! "Mati aku!" pikirnya. Jadi Diran adalah koki? Berarti Diran juga pintar masak, dan bukan sekadar karyawan restoran. Ah, masak sih? Ana hampir-hampir tak percaya bahwa ada juga orang yang pintar memasak seperti dia. Ana menjadi penasaran, dia melanjutkan bertanya, di manakah kiranya Diran menjadi koki. Diran mengatakan bahwa dia menjadi koki di sebuah restoran Cina.

"Jadi, kamu bisa memasak masakan Cina?" Ana bertanya.
"Bisa dong...", Diran menjawab.
"Bisa masak fuyunghai?" Ana penasaran.
"BIsa dong...aku biasanya juga masak koloke, bakmi goreng, sapo tahu...dan lain-lain..."
"Wah! Kamu dari mana bisa masak semuanya itu?" Ana masih juga kurang terima.
"Ya...aku sekolah dong..."
"Oh, memangnya ada ya sekolah masak?"
"Ada dong. Aku kan ambil jurusan tata boga..."

Ana terkesiap. Ternyata ada juga orang yang lebih bisa dari dia! Ternyata ada juga sekolah masak; semula dia kira orang bisa masak hanya karena belajar dari pengalaman atau dari melihat orang lain memasak. Ternyata dunia ini luas juga dan isinya macam-macam. Ya, dia belum tahu pepatah Cina ini: “Di atas langit ada langit”.

(CERITA INI SAYA TULIS DAN DAPAT DITEMUKAN JUGA DI www.gkpb.net)

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Monday, July 14, 2008

Teknik Penulisan Feature

Oleh Purnawan Kristanto

Para jurnalis yang sudah lama berkecimpung di dunia jurnalistik tahu bahwa kadangkala dalam sebuah peristiwa tidak hanya berupa satu buah kejadian saja. Bisa jadi dalam sebuah peristiwa terdiri dari banyak fragmen-fragmen kejadian yang layak diberitakan. Di dalam teknik penulisan berita langsung (straight news), jurnalis akan merangkum semua fakta-fakta itu ke dalam sebuah berita lempang dan singkat. Ini biasanya terjadi pada media-media yang menuntut aktualitas yang tinggi seperti koran, radio, TV dan internet.

Namun media yang tidak begitu diikat oleh waktu seperti tabloid mingguan atau majalah bulanan, jika mereka ikut-ikutan menulis seperti ini, tentu medianya tidak akan laku karena sudah basi. Karena itulah mereka harus menggali berita dari sudut pandang yang unik dengan tema yang awet alias tak lekang oleh waktu.

Sebagai contoh, dalam sebuah bencana di kota Y, terjadi kejadian sebagai berikut:
• Sambaran petir dan angin badai meruntuhkan atap gedung berlantai lima
• Runtuhan atap itu menimpa mobil yang sedang melintas
• Pengemudinya, seorang remaja putri, menginggal dunia
• Dua penumpang terluka
Aturan dasar dalam menulis berita lempang adalah menempatkan hal-hal yang paling penting di awal berita. Aturan ini tidak menjadi masalah sepanjang kisah ini hanya mempunyai satu peristiwa yang ditekankan. Namun ketika ada banyak peristiwa yang penting juga untuk diberitakan, maka tugas jurnalis menjadi semakin rumit. Untuk mengatasi hal ini, ada dua pilihan yang bisa dilakukan:

1. Merangkum semua fakta –dengan urutan penting ke tidak penting—pada paragraf pertama, atau
2. Memberi tekanan pada peristiwa tertentu yang paling penting di awal paragraf.

Jika peristiwa di atas ditulis dalam sebuah berita lempang, hasilnya sebagai berikut:
“Atap sebuah gedung berlantai lima, runtuh setelah tersambar petir dan tersapu angin badai tadi malam. Runtuhan atap itu menimpa mobil yang sedang melintas, sehingga menewaskan Anastasia Suminem (18 tahun) yang mengemudi mobil itu. Sedangkan dua penumpang lainnya menderita luka-luka serius.”

Berita seperti ini biasanya dimuat di koran harian. Namun ketika redaktur tabloid wanita akan mengangkat peristiwa ini, ia harus mencari sudut pandang lain. Ia memberi tugas reporternya untuk mengangkat kisah korban yang meninggal. Inilah hasilnya:

“Seorang remaja putri meninggal dunia (Jumat, 18/4) ketika mobil yang dikendarainya tertimpa atap gedung berlantai lima yang runtuh setelah tersambar petir. Selain itu, dua penumpang yang duduk di belakang menderita luka-luka serius. Saat itu mobil mereka sedang terjebak di kemacetan lalu lintas.

Anastasia Suminem (18 tahun) adalah seorang sekretaris PT. Sukar Maju. Ia sedang melintas jl. Sudirman ketika puluhan kubik bata, kayu, besi dan genting itu menghempas mobilnya. Timbunan material itu meringsekkan badan mobil bagian depan sehingga menewaskan Anastasia seketika itu juga.

Anastasia adalah seorang karyawati yang menuru penuturan Kristina, rekan kerjanya adalah karyawan periang yang tidak sungkan-sungkan memberi bantuan pada orang lain. Sifat suka menolongnya ini tercermin ketika ia menawarkan untuk mengantarkan pulang Yosafat Tukiyo (23 th) dan Maria Magdalena Pariyem (20 th). Padahal arah rumah Anastasia berlawanan dengan kedua rekannya ini.. …. “ kisah selanjutnya menceritakan tentang Anastasia.

Sementara itu, editor majalah bulanan memandangnya dari sisi lain. Ia tertarik pada petir yang menyambar pada saat jam-jam sibuk. Pada saat itu, jalanan macet karena banyak orang pulang kantor pada waktu yang bersamaan. Untuk itu, ia menugaskan anak buahnya untuk mewawancarai pakar Cuaca dan mencari informasi seputar perilaku petir.

Nah, begitulah. Untuk peristiwa yang sama, kita bisa menuliskan dalam dua atau lebih berita yang berbeda. Inilah yang disebut pemilihan sudut berita atau news angle. Pemilihan news angle sebuah media ini biasanya dipengaruhi oleh kebijaksanaan redaksional dan karakteristik pembacanya. Masih ingat kecelakaan tragis Lady Di? Untuk peristiwa yang sama, sebuah tabloid gosip mengangkat sisi perselingkuhan, majalah bulanan mengupas ulah para Paparazi ,sedangkan majalah berita berusaha menelusuri penyebab kecelakaan. Berbeda-beda ‘kan?

Ketika sebuah media sudah mendapat point of interest dari sebuah kisah, mereka akan memusatkan perhatian pada satu hal itu saja. Mereka mengumpulkan dan menggali fakta di balik berita lempang untuk disusun menjadi sebuah berita kisah atau news feature. Karena relatif tidak terikat oleh waktu, penulis berita kisah punya kesempatan untuk menyusun kalimat yang menghidupkan imajinasi pembaca. Tulisan ini menarik perhatian pembaca hingg masuk ke dalam cerita itu dengan membantu mengidentifikasi diri dalam tokoh utama. Feature dapat menyentuh emosi pembaca sehingga mereka penasaran, skpetis, kagum, heran, tertawa, menangis, dongkol, senang dsb.

Menurut Wiliamson, “Feature adalah tulisan kreatif yang terutama dirancang untuk memberi informasi sambil menghibur tentang suatu kejadian situasi atau aspek kehidupan seseorang”.

Masih kata Wiliamson, feature menekankan unsur kreativitas (dalam penciptaan), informatif (isinya) dan menghibur (gaya penulisannya) dan boleh subyektif (penuturannya). Ketiga syarat utama ini mutlak ada dalam feature, sedangkan unsur subyektifitas tidak mutlak. Kalau ada juga boleh, terutama untuk feature sisi manuniawi (human interest).

Berdasarkan Fakta

Bentuk penulisan cenderung bergaya feature: "mengisahkan sebuah cerita." Penulis feature pada hakikatnya adalah seorang yang berkisah. Ia melukis gambar dengan kata-kata; ia menghidupkan imajinasi pembaca.
Penulis feature tentu membutuhkan imajinasi yang baik untuk menjahit kata-kata dan rangkaian kata menjadi cerita yang menarik. Tapi, seperti juga bentuk-bentuk jurnalisme lainnya, imajinasi penulis tidak boleh mewarnai fakta-fakta dalam ceritanya.

Pendeknya, cerita khayalan tidak boleh ada dalam penulisan feature. Ada sebuah kisah tragis seorang wartawati reporter harian Washington Post, Janet Cooke, yang pada tahun tersebut memenangi Hadiah Pulitzer. Hadiah prestisius ini menjadi idaman jurnalis di "Negeri Paman Sam" itu. Ia tergoda memasukkan unsur fiksi dalam feature. Akibat kebohongan ini, karirnya pupus. Kisahnya begini:

Janet berhasil menulis sebuah feature yang sangat menarik, mengharukan, dan tentu saja bagus. Feature yang diberinya judul "Jimmy's World" itu mengalahkan calon-calon lain dan memenangi Pulitzer untuk jenis timeless feature. Washington Post tentu saja bangga dengan karya reporternya yang berusia 26 tahun itu. Sayangnya, kebanggaan yang belakangan menjadi skandal itu telah mencoreng wajah harian terkemuka di Amerika tersebut.

Janet ternyata "mengarang" feature yang indah itu. Tulisannya tidak berangkat dari fakta. Jimmy, tokoh yang digambarkannya itu, ternyata tokoh imajinasi yang hanya hidup dalam benaknya. Artinya, tulisannya bukan karya jurnalistik, tetapi fiksi. Karena perbuatannya itu, Hadiah Pulitzer yang diterimanya dicabut dan ia dipaksa berhenti dari Washington Post.
Mengapa kasus memalukan ini terbongkar? Dalam riwayat hidupnya yang diterbitkan di surat kabar setelah ia memenangi hadiah itu, ia menyebutkan nama dua universitas tempat ia dulu memperoleh gelar sarjana. Tak lama setelah biografi singkat Janet Cooke muncul di berbagai media, kedua universitas yang disebutnya menelepon Washington Post dan menyampaikan bantahan. Janet tidak pernah kuliah di sana.

Kecurigaan bermula di sini. Para editor atasan Janet segera menginterogasi reporter itu beberapa jam. Bagaikan mendengar suara guntur di siang hari yang sangat terik, mereka sangat terperanjat dengan pengakuan Janet bahwa karya tulisnya adalah sebuah pabrikasi. Bagaimana mungkin mereka bisa percaya? Kisah anak berusia delapan tahun yang kecanduan heroin dan menggelandang di jalan-jalan ghetto itu dideskripsikannya dengan sangat emosional, penuh kutipan yang sangat meyakinkan. Dunia yang dipaparkannya adalah dunia yang sebagian besar orang tidak pernah memasukinya, tidak juga Janet Cooke sendiri. (GAMMA Digital News Nomor: 26-3 - 21-08-2001)

Seorang jurnalis profesional tidak akan menipu pembacanya, walau sedikit, karena ia sadar terhadap etika dan bahaya yang bakal mengancam.

Etika menyebutkan bahwa opini dan fiksi tidak boleh ada, kecuali pada bagian tertentu surat kabar. Tajuk rencana, tentu saja, merupakan tempat mengutarakan pendapat. Dan edisi Minggu surat kabar diterbitkan untuk menampung fiksi (misalnya cerita pendek).

Feature tidak boleh berupa fiksi, dan setiap "pewarnaan" fakta-fakta tidak boleh menipu pembaca. Bila penipuan seperti itu terungkap, kepercayaan orang pada kita akan hancur.

Sumber-Sumber Feature

Ada seorang anggota jemaat di gereja sekitar Malioboro. Namanya Mohammad Mustofa. Sehari-harinya dia adalah pedagang kaki lima di bilangan Malioboro. Namun setiap kali ada acara Pemahaman Alkitab, Bapak ini selalu menutup dagangannya hari itu. Aspek ini bisa menjadi cantelan penulisan feature bagaimana dia mengatur waktu antara kegiatan gereja dengan mencari nafkah.
Di sekitar kita ada banyak bahan-bahan yang dapat diracik menjadi sebuah berita kisah. Kuncinya adalah kesediaan kita untuk menggali lebih dalam dari peristiwa-peristiwa di sekitar kita. Namun sebagai petunjuk saja, kita bisa menggali dari peristiwa berikut ini:

• Peristiwa luar biasa : ganjil, aneh, seperti kebetulan, kepribadian yang unik.
• Peristiwa biasa : orang biasa, tempat biasa dan benda biasa tetapi orang selalu ingin mengetahui hal-hal itu.
Sebagai contoh, setiap kali melintasi perempatan Gramedia, kita selalu menjumpai anak-anak jalanan. Setiap orang yang melintas ingin tahu berapa penghasilan mereka sehari? Apakah ada yang mengkoordinir? bagaimana makan mereka? Apakah mereka tidak pernah sakit karena polusi? Apakah mereka masih punya keluarga?
• Peristiwa Dramatis: pemenang undian, Orang Kaya Baru, pengelaman heroik, selamat dari kecelakaan dsb.
• Panduan bagi pembaca: Nasehat dan kiat-kiat untuk pembaca, misalnya cara menghindari perampokan, cara memilih helm “standard” yang sudah memenuhi standard, resep, kerajinan tangan dll.
• Informasi: Statitistik, pelajaran, gambar, sejarah dll

Cara Menulis Feature

Sebagian besar penulis feature tetap menggunakan penulisan jurnalistik dasar, karena ia tahu bahwa teknik-teknik itu sangat efektif untuk berkomunikasi. Tapi bila ada aturan yang mengurangi kelincahannya untuk mengisahkan suatu cerita, ia segera menerobos aturan itu.
Struktur tulisan feature disusun seperti kerucut terbalik yang terdiri dari lead, jembatan di antara lead dan tubuh, tubuh tulisan dan penutup. Bagian atasnya berupa lapisan lead dan jembatan yang sama pentingya, dan bagian tengahnya berupa tubuh tulisan yang makin ke bawah makin kurang ke-penting-annya. Bagian bawahnya berupa alenia penutup yang bulat.



Penutup
Kunci penulisan feature yang baik terletak pada paragraf pertama, yaitu lead. Mencoba menangkap minat pembaca tanpa lead yang baik sama dengan mengail ikan tanpa umpan. (jenis-jenis lead bisa dilihat pada makalah Penulisan Berita)
Lead feature berisi hal yang paling penting untuk mengarahkan perhatian pembaca pada suatu hal yang akan dijadikan sudut pandang dimulainya penulisan.
Jembatan bertugas sebagai perantara antara lead dan tubuh yang dengan lead masih terkait, tetapi ke tubuh tulisan sudah mulai masuk. Ia semata-mata melukiskan identitas dan situasi dari hal yang akan dituturkan nanti.

Tubuh feature berisi situsi dan proses disertai penjelasan mendalam tentang mengapa dan bagaimana. Pada human interest feature, situasi yang dituturkannya disertai pendapat atau pandangan yang subyektif dari penulisnya mengenai situasi yang diutarakan. Tetapi pada bentuk feature ilmiah populer situasi dan proses yang ditutrkan tidak disertai pendapat subyektif, melainkan tetap dipertahankan keobyektifitasan pandangannya.

Penutup feature berupa alenia berisi pesan yang mengesankan.
Suatu feature memerlukan -- bahkan mungkin harus -- ending karena dua sebab:
1. Menghadapi feature hampir tak ada alasan untuk terburu-buru dari segi proses redaksionalnya. Editor tidak lagi harus asal memotong dari bawah. Ia punya waktu cukup untuk membaca naskah secara cermat dan meringkasnya sesuai dengan ruangan yang tersedia.
Bahkan feature yang dibatasi deadline diperbaiki dengan sangat hati-hati oleh editor, karena ia sadar bahwa kebanyakan feature tak bisa asal dipotong dari bawah. Feature mempunyai penutup (ending) yang ikut menjadikan tulisan itu menarik.
2. Ending bukan muncul tiba-tiba, tapi lazimnya merupakan hasil proses penuturan di atasnya yang mengalir. Ingat bahwa seorang penulis feature pada prinsipnya adalah tukang cerita. Ia dengan hati-hati mengatur kata-katanya secara efektif untuk mengkomunikasikan ceritanya. Umumnya, sebuah cerita mendorong untuk terciptanya suatu "penyelesaian" atau klimaks. Penutup tidak sekadar layak, tapi mutlak perlu bagi banyak feature. Karena itu memotong bagian akhir sebuah feature, akan membuat tulisan tersebut terasa belum selesai.
Beberapa jenis penutup:
• Penutup ringkasan. Penutup ini bersifat ikhtisar, hanya mengikat ujung-ujung bagian cerita yang lepas-lepas dan menunjuk kembali ke lead.
• Penyengat. Penutup yang mengagetkan bisa membuat pembaca seolah-olah terlonjak. Penulis hanya menggunakan tubuh cerita untuk menyiapkan pembaca pada kesimpulan yang tidak terduga-duga. Penutup seperti ini mirip dengan kecenderungan film modern yang menutup cerita dengan mengalahkan orang "yang baik-baik" oleh "orang jahat".
• Klimaks. Penutup ini sering ditemukan pada cerita yang ditulis secara kronologis. Ini seperti sastra tradisional. Hanya saja dalam feature, penulis berhenti bila penyelesaian cerita sudah jelas, dan tidak menambah bagian setelah klimaks seperti cerita tradisional.
• Tak ada penyelesaian. Penulis dengan sengaja mengakhiri cerita dengan menekankan pada sebuah pertanyaan pokok yang tidak terjawab. Selesai membaca, pembaca tetap tidak jelas apakah tokoh cerita menang atau kalah. Ia menyelesaikan cerita sebelum tercapai klimaks, karena penyelesaiannya memang belum diketahui, atau karena penulisnya sengaja ingin membuat pembaca tergantung-gantung.

Seorang penulis harus dengan hati-hati dalam menilai ending-nya, menimbang~nimbangnya apakah penutup itu merupakan akhir yang logis bagi cerita itu. Bila merasakan bahwa ending-nya lemah atau tidak wajar, ia cukup melihat beberapa paragrap sebelumnya, untuk mendapat penutup yang sempurna dan masuk akal.

Menulis penutup feature sebenarnya termasuk gampang. Kembalilah kepada peranan "tukang cerita" dan biarkanlah cerita Anda mengakhiri dirinya sendiri, secara wajar.

Pustaka

Slamet Soeseno, “Teknik Penulisan Ilmiah Populer; Kiat Menulis Non Fiksi Untuk Majalah, Gramedia Pustaka Utama
Williamson, “Feature Writing for Newspeper, Hastings House, New York
Julian Harris dkk, The Complete Reporter”, Macmillan Publishing, New York
Makalah Satrio Arismunandar

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Monday, May 19, 2008

Sekolah Kepenulisan "Gloria" Diselenggarakan oleh penerbit Gloria dan Komunitas "Penjunan"

Sekolah Kepenulisan "Gloria" Diselenggarakan oleh penerbit Gloria dan Komunitas "Penjunan"

A. Latar Belakang:
Selama dekade terakhir, ada kegairahan baru di bidang penulisan, dan masih kita rasakan hingga saat ini. Iklim kebebasan pada masa reformasi, tumbuhnya penerbitan baru dan perkembangan internet merupakan faktor pendukung timbulnya fenomena ini.
Jumlah penerbit yang bertambah, memunculkan kebutuhan ketersediaan naskah-naskah buku yang baik. Gayung pun bersambut. Banyak naskah buku yang ditawarkan kepada penerbit. Sayangnya, dari sekian banyak naskah yang tersedia, hanya sedikit yang memenuhi syarat. Kelemahan utama naskah-naskah tersebut adalah cara penulisan yang tidak memenuhi standar dan tema yang dibahas tidak sesuai dengan kebutuhan pasar.
Karena prihatin dengan hal tersebut maka penerbit Gloria bekerja sama dengan Komunitas Penjunan (Penulis dan Jurnalis Nasrani) rindu untuk berbagi pengalaman dan pengetahuan bagi jemaat Tuhan agar mampu menjadi penulis yang andal. Diharapkan, setelah mengikuti sekolah penulisan ini, peserta mampu menemukan tema yang menarik, kemudian mengemasnya menjadi sebuah tulisan yang layak untuk diterbitkan.

B. Tujuan:
Memotivasi peserta sekolah untuk menuangkan pemikiran, pengalaman, isi hati mereka dalam bentuk tulisan. Tulisan yang mereka hasilkan adalah tulisan yang memenuhi syarat secara komersial dan layak diterbitkan: dalam bentuk artikel lepas atau buku.

C. Sasaran Peserta:
Kegiatan ini akan diikuti oleh sekitar 60 peserta yang berasal dari berbagai latar belakang kelompok sosial, meliputi:
1. Mahasiswa/pelajar.
2. Aktivis, staf atau pengerja gereja.
3. Kaum profesional.
4. Ibu rumah tangga.
5. Pendeta/Gembala.
6. Guru
D. Materi Pelajaran:
1) Motivasi pelayanan literatur
2) Menemukan ide penulisan
3) Menyusun kerangka tulisan
4) Teknik penulisan (kosa kata sampai tatabahasa)
5) Penulisan Ulang - Penyuntingan
6) Kode etik, tata cara pengiriman naskah, hak dan kewajiban penulis
7) Mengenal dunia penerbitan/trend perbukuan
E. Metode:
1) Ceramah
2) Diskusi/Sharing
3) Penugasan
4) Kunjungan ke penerbit
5) Seminar Penulisan

F. Proses Belajar:
Peserta mula-mula disentuh kesadarannya tentang arti penting pelayanan literatur. Setelah itu, peserta akan dipandu untuk menemukan ide penulisan yang akan dikembangkan selama program ini berlangsung. Selama delapan kali pertemuan, peserta akan mendapatkan pelajaran teknik kepenulisan dari penulis yang sudah berpengalaman. Sementara itu, di luar kelas, peserta diharapkan melanjutkan ide penulisan yang sudah mereka pilih. Peserta juga diberi kesempatan untuk mendapatkan mentoring/bimbingan dari fasilitator sebelum atau sesudah pengajaran di kelas. Dimungkinkan juga mentoring/bimbingan melalui email.

Di akhir program, akan digelar acara Seminar Kepenulisan. Dalam seminar ini, Andrias Harefa akan membagikan pengalaman dan pengetahuan di bidang kepenulisan. Acara ini juga sekaligus untuk menutup program Sekolah Kepenulisan.

G. Pelaksanaan:
Setiap hari Rabu, Juli-Agustus 2008
Pukul 16.00-18.00
Tempat Gloria Graha, Jl. F. M. Noto no. 19 Kotabaru, Yogyakarta

H. Fasilitator dan Pemberi Materi:
1. Ev. Xavier Quentin Pranata
Mantan Pemimpin Redaksi Bahana, pengkhotbah, dan penulis buku. Perintis komunitas "Penjunan" (Penulis dan Jurnalis Nasrani).

2. Purnawan Kristanto
Penulis buku (21 judul), renungan, penerjemah, mantan redaktur majalah Bahana. Moderator milis komunitas "Penjunan" komunitas-penjunan@yahoogroups.com dan kontributor beoscope.com

3. Arie Saptaji
Penulis (buku, artikel dan rennugan), penyunting lepas dan penerjemah.

4. Agustina Wijayani
Penulis dan editor pada penerbit "Gloria" Yogyakarta.

5. Bayu Probo
Editor, copywriter, staf penelitian dan pengembangan Penerbit Buku Rohani ANDI, penulis buku

6. Lusiana Hutabarat
Pernah menjadi editor Penerbit Buku Rohani "Andi" dan wartawan TransTV.

7. Bpk. Istoto dari penerbit Kanisius.

I. Indikator Keberhasilan:
Program ini dianggap berhasil apabila terdapat hal-hal berikut ini:
·Antusiasme partisipan mengikuti program ini (diketahui dari penugasan dan presensi partisipan)
·Partisipan mendapatkan dasar-dasar penulisan yang baik dan mendapatkan manfaat dari program ini (diketahui melalui angket).
·Peserta mampu termotivasi menulis, yang ditunjukkan dengan menulis naskah buku (sangat berhasil), kerangka penulisan buku (berhasil) atau menentukan tema tulisan (kurang berhasil).
·Terbentuknya jejaring penulis-penulis potensial di DIY dan sekitarnya.

J. Syarat untuk Peserta
1. Mengisi Formulir Pendaftaran yang tersedia.
2. Membayar biaya pelatihan sebesar Rp180.000,-
3. Menyerahkan pas foto 3X4 sebanyak 3 lembar.
4. Menyerahkan tulisan dengan tema: "Tentang aku, talentaku dan pengalaman pekerjaan/pelayananku" Panjang tulisan sekitar 1.000 s/d 3.000 kata.
5. Pendaftaran ditutup paling lambat 26 Juni 2008. atau jika jumlah pendaftar sudah memenuhi target.

K. Fasilitas
1. Pembicara yang merupakan praktisi yang sudah berpengalaman di bidang kepenulisan.
2. Bimbingan menulis dari fasilitator
3. Makalah untuk setiap materi
4. Map/Tas eksklusif untuk menyimpan materi pelatihan
5. Sertifikat
6. Praktik dan kunjungan ke penerbitan
7. Ruang kuliah ber-AC.

L. Informasi dan Pendaftaran:
Santi
Penerbit Gloria
Jl. Faridan M. Noto 19
Yogyakarta 55224
Email: penerbitan@glorianet.org
Telp. 0274 56362, 565905
Atau:
Purnawan Kristanto
Email: Purnawank@gmail.com
Tlp. (0272) 327776
Hp. 0812-231237

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Saturday, May 10, 2008

3 x 7 = 27

Konon di Tiongkok pernah hidup seorang hakim yang sangat dihormati karena tegas dan jujur. Rakyat sangat menghormatinya dan cara penghormatannyapun sambil bertekuk lutut dan bahkan bersujud hingga keningnya mencium lantai, karena mereka sangat segan dan menyanjungnya.

Ia memutuskan setiap perkara dengan adil, tanpa pandang bulu. Suatu hari, dua orang menghadap hakim tersebut. Mereka bertengkar hebat dan nyaris beradu fisik. Keduanya meminta keputusan atas kasus mereka yang sebenarnya sangat sepele.

Keduanya berdebat tentang hitungan 3x7. Yang satu mengatakan hasilnya 21, yang lain bersikukuh mengatakan hasilnya 27. Ternyata sang hakim memvonis hukuman cambuk 10x bagi orang yang menjawab benar. Spontan si terhukum protes.

Sang hakim menjawab, "Kamu bodoh, mau-maunya berdebat dengan orang-orang yang tidak tahu kalau 3x7 adalah 21!"

Kalau ada orang berbeda pendapat dengan kita, katakan pada diri sendiri bahwa dia belum mengerti, lalu bersabarlah. Karena kesabaran artinya membantu dia mengerti dan menyerahkan dia kepada Tuhan.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Thursday, April 24, 2008

7 Pilar Jemaat yang Dewasa

Segera Beredar!

Pdt. Gilbert Lumoindong, Gembala Jemaat GBI JaCC (GLOW), Jakarta
Rekan sekerja, sahabat dan juga mentor saya, Daniel Ong, adalah seorang Hamba Tuhan dan inspirator yang luar biasa, sehingga jika ia mengupas tentang KEDEWASAAN, pasti tergali dari “pergaulan” kesehariannya dengan Tuhan, jemaat, serta kehidupan itu sendiri. Seperti biasa, prinsip dalam buku ini sangat praktis dan mudah diikuti, namun jika mempraktekkannya, DAMPAK yang DAHSYAT akan menyertai pelayanan kita. Selamat menjadi DEWASA dan memiliki kehidupan yang BERDAMPAK.

Pdt. Timotius Arifin, Gembala Senior GBI Denpasar (ROCK), Bali
Saya mengenal Pdt. Daniel Ong yang berhasil membangun komunitas anak-anak muda yang berkemenangan dan menjadikan mereka putra-putra di kota Perth, Western Australia. Di dalam kitab Kejadian, di Taman Eden, Sang Bapa membangun hubungan dengan putra (Adam) dan putri-Nya (Hawa) dan menginginkan mereka membangun generasi selanjutnya. Demikian juga ketika Sang Putra datang ke bumi, Dia memulihkan keluarga rohani ini. Di dalam Kerajaan Allah, hubungan antara Raja dan putra-putri-Nya menjadi maha penting. Karena itu, buku ini memberikan pengertian yang praktis tentang rencana Allah tersebut. Tuhan dan Raja kita Yang Mulia, Tuhan Yesus Kristus memberkati semua. Shalom!

Dr. Dasaad Mulijono, Internist & Interventional Cardiologist
Di akhir zaman ini, banyak orang datang ke gereja untuk mencari mukjizat, terutama kesembuhan dari penyakit yang sudah tak dapat disembuhkan oleh dokter, ataupun pemulihan dari cacat akibat penyakit/kecelakaan, pemulihan dari keluarga yang berantakan, usaha yang bangkrut, keterikatan obat-obatan/narkoba, mencari jodoh, lepas dari ikatan kuasa kegelapan, dan sebagainya.
Memang Tuhan kita yang penuh kasih, Yesus Kristus, akan mengabulkan permintaan-permintaan di atas. Namun tujuan gereja yang sebenarnya bukanlah itu semata-mata. Gereja adalah tempat di mana kebenaran-Nya diajarkan dengan tujuan akhir menciptakan umat untuk menjadi seperti Yesus. Bukan untuk mendapatkan kuasa seperti Yesus, tetapi untuk mempunyai hati dan karakter seperti Dia.
Masalah terbesar mengapa misi dam visi gereja sering tak terwujud adalah dikarenakan sikap umat yang masih suam-suam kuku; hati, pikiran, dan tindakan setiap orang dikendalikan oleh dirinya sendiri. Walaupun gereja dipimpin oleh Tuhan Yesus sekalipun, tetapi kalau umat tetap kurang beriman, umat mendua hati, atau tak taat pada firman-Nya, maka semua visi dan misi gereja akan percuma. Karena itu, kita perlu bersekutu erat dengan Tuhan, membaca/menghayati dan menerapkan firman-Nya, dan membiarkan Roh Kudus bekerja leluasa dalam diri dan hidup kita.
Saya menyambut baik buku dari saudaraku terkasih, Daniel Ong, yang mempunyai visi dan misi yang sama. Saya yakin gereja AOC, Alpha Omega Community, dapat mewujudkan keinginan Tuhan kita yang sangat kita cintai, Yesus Kristus, agar kita semua menjadi umat yang sulung di akhir zaman ini.

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.