Pianis Nan Piawai
Oleh Sansulung Johannes El Darsum
Mungkin para pembaca sudah pernah membaca atau mendengar kisah yang mirip cerita di bawah ini. Namun, perhatikan akhir cerita saya ini sangat berbeda 180 derajat! Silakan disimak.
::
Ruang tamu telah dipenuhi para undangan. Pesta kecil, yang diadakan dalam rangka syukuran rumah baru seorang pianis tenar, itu cukup semarak. Tiba-tiba terdengar... bunyi tuts piano ditekan. Tak beraturan, bising, dan merusak suasana. Tentu saja bukan sang pianis yang tengah beraksi. Tetapi, ada anak kecil tiga tahunan yang penasaran dengan piano baru di ruang tamu tersebut. Perlahan, sang pianis menghampiri anak itu dan duduk mendampinginya. Dengan kepiawaiannya yang sohor, sang pianis mengimbangi dan mengisi kelemahan permainan balita itu, sehingga menciptakan suatu komposisi yang sangat indah.
::
Empat menit berlalu. Para tamu terkesima dan memberikan applause panjang di akhir duet dadakan itu. Mereka memuji kepiawaian sang pianis menempel rusaknya permainan si balita. Tapi, dasar anak kecil, ia mengira dirinya hebat dan para tamu juga bertepuk tangannya untuknya. Ia tertawa lebar menunjukkan rasa bangganya, dan lantas mengundang celetukan nyinyir dari beberapa tamu, seperti, “Nakal!”, “Norak!”, “Sok!”, “Sombong!”, “Ge-er,” atau “Tak tahu diri.” Tetapi, sikap berbeda diperlihatkan oleh sang pianis. Dengan bangga, sang pianis memperkenalkan anaknya itu. Ia memuji minat dan rasa pede puterinya itu. Sang pianis sangat piawai dalam mengenali potensi sang anak. Ia tidak melihat masalah, ia melihat peluang. Tentu saja, dia kan ayahnya. Ya! Itulah hati seorang bapa.