Monday, February 22, 2010

Sok Kenal, Sok Dekat [SKSD]

Kata orang, wartawan yang baik itu harusnya hasil blasteran antara ilmuwan dan wartawan. Maksudnya, wartawan itu harus memiliki otak yang berpikir kritis seperti ilmuwan. Setiap informasi tidak ditelan mentah-mentah tetapi diverfikasi, diuji dan diperiksa kebenarannya. Di sisi lain, meski bersikap kritis [bahkan kadang skeptis], tapi wartawan harus mahir menjalin hubungan pribadi dengan narasumber, luwes dalam pergaulan dan tidak boleh malu-malu. Akan tetapi kalau terlalu sok kenal dan sok dekat juga dapat membuat malu. Inilah yang saya alami. Begini ceritanya.
Waktu itu, kami akan mengangkat laporan utama tentang tulisan apokrif "Injil" Tomas. Kami mendapat informasi bahwa ada narasumber yang sangat berkompeten yang sedang berkunjung di Jogja. Namanya romo V Indra Sanjaya pr. Beliau adalah lulusan Universitas di Roma dan mendalami tentang kitab-kitab apokrif. Informasi itu juga menyebutkan bahwa romo Indra sedang berada di asrama mahasiswa Realino yang bertetangga dengan kantor redaksi.
Ini kesempatan bagus. Maka pak Xaiver lalu menugaskan saya dan Lily Halim untuk mengejar sang narasumber. Saya menyiapkan kamera foto, semantara Lily Halim menyiapkan tape dan kaset. Mengendarai sepeda motor Yamaha milik kantor, kami segera meluncur ke asrama Realino. Bagi Liliy Halim, tempat ini bukan asing lagi baginya karena dia pernah kuliah di IKIP Sanata Darma [sekarang menjadi Universitas].
Saat berjalan masuk, saya bertanya pada Lily Halim, "Mbak Lily sudah mengenal romo Indra?"
"Belum," jawabnya. Blaik! Semula saya menyangka dia sudah tahu yang mana romo Indra. Selain lebih senior daripada saya, dia juga pernah kuliah di sini.
Suasana asrama sangat lengang. Kami bingung harus menemui siapa. Lalu tiba-tiba melintas sosok pria dewasa. Dari postur dan cara berjalannya, sepertinya sih seperti imam katolik. Maka kami menyimpulkan dia pasti romo Indra. Toh, tak banyak orang yang ada di sini.
Segera saja Lily Halim menyodorkan tape dan mengajukan rekaman. Saya segera bersiap memotret sang "narasumber". Namun ada keanehan. Sang "narasumber" kelihatan plenggang-plenggong, tidak tahu harus menjawab apa. Maka kami mulai sadar, jangan-jangan kami salah sangka.
"Bapak yang namanya romo Indra Sanjaya, bukan?" tanya saya dengan senyum kecut.
"Bukan. Saya petugas administrasi di sini," jawabnya. Maka meledaklah tawa kami. Dengan rasa malu, kami minta maaf dan menjelaskan maksud kedatangan kami.
Untunglah bapak itu tidak marah, Dia lalu menjelaskan bahwa romo Indra sudah pergi ke Seminari Kentungan di jalan Kaliurang. Dengan wajah memerah, akhirnya kami pun pamitan.
***
Keesokan harinya, barulah kami berhasil mewawancarai romo Indra yang "asli"

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Pencarian Terakhir

Setelah Passion of Christ, kira-kira film apa lagi yang cocok ditonton untuk membantu menghayati penderitaan Kristus pada masa pra Paskah ini? Meski tidak menceritakan Yesus di dalam plot utama, namun film "The Final Inquiry" ini perlu Anda pertimbangkan untuk ditonton.

Film ini mengambil setting tiga tahun setelah kematian Yesus. Pada saat itu beredar rumor bahwa pengikut Guru yang bangkit dari kematian itu sedang menyiapkan pemberontakan terhadap kekaisaran Romawi. Kaisar Tiberius (Max von Sydow ) yang mengasingkan diri di pulau Capri memutuskan untuk menyelidiki kebenaran rumor ini. Maka dia memanggil jenderal perangnya, Titus Valerius Toros (Daniele Liotti) yang sedang diasingkan ke negeri Jerman. Titus pulang sambil membawa Braxus (Dolph Lundgren), orang Jerman yang ditaklukannya sebagai budak.

Titus mendapat tugas menyelidiki kebangkitan Yesus. Dia diangkat sebagai utusan khusus dan harus melapor langsung kepada kaisar. Ditemani oleh Braxus, Titus segera berlayar ke wilayah Yudea di Yerusalem. Begitu mendarat di kota suci itu, hambatan pertama sudah menghadang. Penghubungnya yang ada di Yudea dibunuh oleh ekstremis Yahudi. Sebelum menghembuskan nafas terakhir, sang penghubung memberikan petunjuk yang mengarah ke bekas rumah Yudas Iskariot. Saat ditelusur ke sana, pemilik rumahnya tidak banyak memberikan informasi yang berharga.

Kembali ke Yerusalem, secara tidak sengaja Titus bertemu dengan Tabitha (M�nica Cruz), seorang perempuan belia yang dijodohkan dengan Rabi Yahudi. Titus yang masih lajang langsung terpesona kecantikan Tabitha pada pandangan pertama. Saat itu, Tabita baru saja menghadiri pertemuan rahasia dengan orang Kristen yang dipimpin oleh Stefanus.

Sebenarnya Titus ingin melakukan penyelikan dengan diam-diam, tapi keberadaannya di Yerusalem tercium oleh Pontius Pilatus. Meskipun menikahi Claudia, adik kaisar Tiberius, namun Pontius Pilatus berusaha menjaga jarak dengan kaisar Tiberius. Maka ketika mengetahui ada utusan Kaisar yang diam-diam melakukan penyelidikan di wilayahnya, Pilatus merasa jengkel dan menjadi paranoid. Meski begitu, dia tidak menunjukkan secara terang-terangan. Sebagaimana kaum politisi, Pilatus berpura-pura ramah. Dia mengundang Titus untuk menghadiri perjamuan makan di istananya.

Namun sesungguhnya Pilatus menginginkan Titus segera pergi dari wilayahnya. Untuk itu, dia melakukan serangkaian upaya untuk meyakinkan Titus bahwa kematian yesus tidak lebih dari kematian kriminal lainnya. Pilatus melakukan rekayasa dengan memalsukan jenazah Yesus dan berusaha membunuh Titus dengan menyewa gladiator. Dia juga bersengkokol dengan pemuka agama Yahudi dengan menaruh racun di gelas Titus. Namun semuanya nihil.

Di sela-sela kerja keras mengungkapkan misteri ini, benih cinta mulai bersemi di hati Titus. Dia kasmaran pada Tabita. Dan cintanya ini ternyata tak bertepuk sebelah tangan meski mendapat tentangan dari ayah Tabita (F. Murray Abraham). Kedua sejoli ini lalu memutuskan untuk kawin lari, tetapi terlanjur diketahui sang ayah yang sangat murka. Dengan kalap, kepala Tabita dipukulnya dengan kayu sehingga terluka parah dan nyaris mati. Dalam kondisi tubuh yang sangat lemah, Tabita ingin didoakan oleh orang Kristen. Pada mulanya, permintaannya ditentang oleh ayahnya yang pemuka agama Yahudi. Namun mengingat mungkin itu permintaan terakhir Tabita, maka ayahnya mengizinkan Titus pergi ke Galilea untuk menemui komunitas Kristen di sana.

Di Galilea, Titus bertemu dengan Maria,--ibu Yesus--, Maria Magdalena dan Petrus. Titus memohon kepada Petrus supaya mau pergi ke Yerusalem untuk mendoakan Tabita. Dengan berat hati Petrus menolak permintaan itu karena di Yerusalem sedang ada penganiayaan terhadap orang Kristen. Dengan perasaaan kecewa Titus pulang ke Yerusalem dengan ditemani Braxus. Di tengah jalan mereka diserang suku yang tinggal di padang pasir. Braxus tewas demi menyelamatkan Titus.

***

Film ini adalah pembuatan ulang dari film berjudul L'Inchiesta, yang dibintangi Keith Carradine dan Harvey Keitel, tahun 1986. Ada sejumlah aktor tenar yang bermain di sini seperti pemenang piala Oscar F. Murray Abraham, Dolph Lundgren dan nominator Oscar Max von Sydow. Sayangnya, sutradara tidak berhasil memaksimalkan kemampuan bermain peran masing-masing aktor. Sebagai contoh, akting yang diperlihatkan Murray Abraham ketika menghajar anak perempuannya bahkan hampir seperti aktor kemarin sore.

Adegan pertempuran juga tidak digarap dengan serius sehingga penonton tidak larut dalam ketegangan. Dolph Lundgren yang dikenal sebagai aktor laga hanya terlihat mengayun-ayunkan kapak yang terbuat dari bahan lunak. Demikian juga pedang dan senjata-senjata yang digunakan tidak ubahnya properti yang digunakan pada acara komedi Opera van Java. Terlihat sekali kepalsuannya.

Anak-anak sebaiknya tidak menonton film ini karena menampilkan gambar darah dan mayat secara lugas. Sebagai contoh diperlihatkan adegan tentara Romawi yang sedang menusuk lambung Yesus. Darah bercampur air itu muncrat dari lambung-Nya. Meskipun Alkitab mencatat demikian, namun tentunya tidak harus divisualkan begitu jelas dan ;ugas. Demikian juga ketika sesosok mayat yang sudah menghitam ditampilkan. Hal ini dapat menimbulkan kengerian yang tak perlu di benak penonton.

Film yang berdurasi 90 menit ini aslinya bukan film untuk versi layar lebar. Film ini merupakan hasil pemampatan dari serial televisi berdurasi 200 menit yang diputar di Spanyol dan Italia. Maka bisa dipahami jika irama penceritaan agak tersendat-sendat, transisi antar scene terasa kurang mulus dan ada bagian tertentu yang tidak nyambung. Misalnya pada bagian akhir film tiba-tiba muncul tokoh Caligula yang licik. Ada kemungkinan pada versi aslinya memang terdapat sub plot tentang Caligula ini, namun sengaja dipotong dalam versi pendek ini.

Di luar semua kekurangan itu, tema yang diangkut dalam film ini cukup unik dan menarik. Film yang dibuat oleh televisi Italia ini meneropong kisah kematian Yesus dari kacamata bangsa Italia [kekaisaran Romawi]. Di dalam penyelidikannya, Titus mengunjungi tempat-tempat yang disebutkan dalam Alkitab. Dia mendaki ke Golgota, menemui Stefanus di penjara, dan pergi ke Betania untuk mengecek makam Lazarus. Dia ingin menelisik kemungkinan adanya unsur subversi di balik penyaliban dan kebangkitan Yesus.

Titus lalu menulis laporan pada kaisar Tiberius. Dia mengaku gagal menjalankan misinya. Meski begitu, Titus mengungkapkan bangkitnya sebuah kekuatan baru yang dapat menciptakan sebuah kerajaan baru. Jika kekaisaran Romawi memerintah dengan landasan ketakutan, maka kerajaan baru ini akan memerintah dengan kekuatan cinta.

Tiberius yang sekarat berhasil diyakinkan oleh Titus. Dia lalu mengeluarkan dekrit untuk mengangkat agama Kristen sebagai agama negara. Namun sesaat setelah dekrit dikeluarkan, kaisar Tiberius dibunuh oleh Caligula yang kemudian mengangkat dirinya sebagai kaisar yang baru. Tindakan pertama Caligula sebagai kaisar adalah membatalkan dekrit Tiberius dan memberikan hukuman mati terhadap Titus. Selamatkah Titus? Apakah Tabitha bertahan hidup? Apakah mereka bisa hidup bersama? Tak elok rasanya jika saya menuliskan di sini. Silakan tonton sendiri filmnya.

Thrillernya dapat dilihat di sini

Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.

Friday, February 19, 2010

Bikin Seru Sekolah Minggumu


Cara Jitu Bikin Seru Sekolah Minggu

"Jangan bermain-main terus, ayo belajar." Kata-kata ini mungkin sering Anda dengar dari mulut orangtua. Pernyataan ini tidak salah, tapi juga tidak sepenuhnya benar. Dipandang dari sudut lain, bermain adalah proses belajar juga. Dengan bermain, seseorang mendapatkan pengetahuan dan meningkatkan keterampilan tertentu.Permainan dapat menjadi sarana belajar yang baik karena aktivitas dalam permainan melibatkan lebih banyak indera manusia. Dalam teori psikologi, semakin banyak indera manusia terlibat di dalam pembelajaran, maka tingkat pemahaman dan ingatan akan pelajaran itu semakin baik.Sementara itu, dalam teori tentang pembelajaran, dikenal ada tiga gaya belajar manusia. Pertama, orang yang belajar secara visual. Dia lebih dapat memahami pengetahuan yang baru dengan cara melihat. Misalnya, menyaksikan demonstrasi, mengamati benda atau melihat gambar. Kedua, gaya orang yang belajar dengan mendengarkan. Dia lebih banyak menyerap informasi dengan mendengarkan suara dan penjelasan dari orang lain. Ketiga, orang yang mendapatkan pengetahuan setelah mempraktikkannya secara langsung. Kadangkala dia juga banyak belajar dari kesalahan yang dilakukan. Untuk itulah, kita perlu menyediakan berbagai metode supaya setiap partisipan mendapat kesempatan untuk belajar sesuai dengan gaya belajar masing-masing. Dalam hal ini permainan dapat memberikan berbagai variasi untuk variasi.Setiap orang memiliki bermacam-macam kecerdasan, tetapi dengan kadar pengembangan yang berbeda. Hal demikian disampaikan oleh Prof. Howard Gardener saat melemparkan teori tentang "multiple intelligence" atau kecerdasan majemuk. Di dalam konsepnya, setiap orang memiliki banyak jenis kecerdasan, namun ada salah satu atau beberapa kecerdasan yang lebih menonjol. Sebagai contoh, ada anak yang kecerdasan logisnya lebih menonjol. Ada anak lain yang menunjukkan kemampuan luarbiasa di bidang musik. Itu sebabnya, seorang anak yang kesulitan dalam pelajaran berhitung tidak dapat dikatakan bahwa dia lebih bodoh daripada anak yang pandai dalam pelajaran berhitung. Bisa jadi anak ini memiliki kecerdasan yang menonjol di bidang lain. Itu sebabnya, Howard Gardener menganjurkan agar proses pembelajaran dilakukan melalui berbagai pendekatan dan metode sehingga mengasah berbagai jenis kecerdasan.

Cara Jitu Bikin Seru Sekolah Minggumu



Menurut Howard Gardener dalam setiap diri manusia ada 8 macam kecerdasan, yaitu:
1. Kecerdasan linguistik
2. Kecerdasan logis-matematis
3. Kecerdasan visual-spasial
4. Kecerdasan kinestetik
5. Kecerdasan musik
6. Kecerdasan interpersonal
7. Kecerdasan intrapersonal
8. Kecerdasan naturalis

***

Di dalam buku ini terdapat 77 permainan yang telah dibagi ke dalam 8 jenis kecerdasan. Permainan dalam buku ini dapat digunakan untuk memeriahkan suasana, memecahkan suasana yang beku di awal pertemuan dan menggairahkan kembali semangat partisipan yang mengalami kejemuan. Namun lebih dari itu, permainan tersebut juga dapat digunakan sebagai pemicu untuk mendiskusikan materi, pelajaran, pengetahuan atau informasi baru.Permainan dalam buku ini sengaja dirancang secara sederhana karena tidak memerlukan alat atau persiapan yang rumit. Bahkan ada beberapa permainan yang dapat dilakukan tanpa persiapan atau spontan. Saya berharap buku ini dapat menjadi "sahabat" bagi guru, pengajar sekolah minggu, trainer, pembicara motivasi, pemimpin kelompok sel, pembimbing remaja, penyelenggara outbond, dan siapa saja yang merindukan menciptakan suasana pertemuan menjadi meriah dan bermakna.Kritik, saran dan pujian saya nantikan di email saya: purnawank@gmail.com.

Cara Jitu Bikin Seru Sekolah Minggumu


Contoh Halaman Isi

Cara Jitu Bikin Seru Sekolah Minggumu


Maaf terpotong, baca sambungannya... silakan klik ini.