Tuesday, May 8, 2007

Kecil-Kecil Ngobyek


Oleh Sansulung Johannes El Darsum

BANYAK orang ingin melihat perubahan di dunia. Orang yang bercita-cita mengubah dunia juga tak kalah banyaknya. Mahatma Gandhi berkata, “Kita harus menjadi perubahan yang ingin kita lihat di dunia.”
Membuat sebuah perbedaan di dunia. Begitu suara dari hati kecil banyak orang yang ingin memberi sumbangsih bagi dunia kita. Dalam banyak hal, sebenarnya setiap hari kita telah membuat suatu perbedaan. Kita sering tidak menyadarinya, karena perbedaan itu biasanya dimulai dari hal-hal kecil. Bukan hanya milik orang dewasa, karena anak kecilpun memiliki suara itu, dan dapat membuat perbedaan juga.
Saya sangat terkesan dengan kejadian pada tanggal 8 Desember 1983 di kota Philadelphia yang diceritakan oleh pengembang kepemimpinan Wayne Cordeiro dalam buku “Pembebas Impian”. Saat itu, Trevor Ferrel mendengar berita malam bahwa para tunawisma terancam kematian seketika karena suhu udara kota Philadelphia turun di bawah titik beku.
Trevor merespon suara di hati kecilnya dengan gagasan sederhana di benaknya. Ia ingin memberikan selimut yang tidak begitu ia butuhkan di rumahnya yang hangat. Anak lelaki 11 tahun ini memutuskan untuk segera bertindak! Akhirnya, keteguhan hati Trevor meluluhkan keengganan orangtuanya untuk mengantarnya menemui seorang tuna wisma yang menggigil di jalanan.
Tak hanya sampai di situ. Pengalaman malam itu membuat Trevor bersikeras untuk kembali membawa lebih banyak selimut pada malam-malam berikutnya. Kehabisan selimut di rumahnya sendiri, giliran para tetangga yang dibuatnya frustasi.
Segera, misi kepedulian ini menggemparkan kota dan mengilhami kelompok-kelompok lain mendengar suara hati mereka. Seperti para mahasiswa lokal, restoran cepat saji, dan siapa saja ikut bergerak sesuai kemampuan mereka. Namun, seperti biasa, ada juga kelompok skeptis yang kurang mendukung gerakan itu.
Pendekatan Budi-pekerti seorang bocah diadu dengan pendekatan Akal-penalar profesor sosiologi, “Ketunawismaan adalah masalah yang rumit, sehingga membutuhkan jalan keluar yang rumit pula, tidak sesederhana solusi Trevor.” Apa jawaban Trevor? “Saya benar-benar tidak tahu. Saya hanyalah anak kecil.” Trevor melanjutkan, “Tetapi, apakah para tunawisma itu lebih menginginkan selimut atau jalan keluar yang rumit itu?”
Suara gerakan Trevor bergaung sampai ke Calcutta, India. Mother Teresa pun mengundangnya untuk melihat pekerjaan welas asih di India. Bukan hanya lintas benua, suara hati Trevor tetap terdengar melintas ke abad baru hingga dua dasawarsa ini. Tercatat, lebih dari 1.800 tunawisma yang bukan saja telah mendapat selimut, tetapi juga tempat tinggal tetap.
Bukan, bukan hasil besar itu yang menjadi prioritas Trevor, tetapi passion dan inisiatif untuk menyentuh kehidupan satu orang tunawisma saja pada malam itu yang telah membuat sebuah perbedaan besar.
Sejak akhir tahun 1983 itu, tidak seorang pun tunawisma yang meninggal karena kedinginan di jalanan kota Philadelphia. Padahal, pekerjaan besar dan agung tersebut hanya dimulai dengan sebuah gagasan di benak Trevor yang merespon suara hatinya. Sebuah contoh sinergi Akal-penalar yang sederhana dengan Budi-pekerti yang jernih.
Beberapa kejutan yang pernah terjadi dalam kehidupan kita pun, barangkali dikarenakan kita telah membuat perbedaan secara tidak sengaja. Misalnya, sebuah tepukan di bahu atau senyuman bagi seorang kawan mungkin telah menguatkan hatinya yang tengah dilanda krisis semangat hidup.
Mungkin pula, kita bingung apakah sebuah perbuatan kecil kita akan mendatangkan perbedaan yang baik atau buruk. Misalnya, ketika berkendaraan dan berhenti di “lampu merah”. Anak-anak jalanan menghampiri Anda. Lantas, Anda berpikir, “Apakah seratus rupiah yang saya berikan akan menjadi madu atau racun bagi anak itu?”
Anda betul. Uang receh itu mungkin akan menjadi madu bagi anak itu. Hal ini terjadi jika uang dari Anda itu bersama beberapa uang receh lainnya yang ia kumpulkan akan digunakan untuk biaya sekolah atau keperluan penting lainnya.
Namun, Anda betul juga, uang receh Anda itu mungkin pula akan menjadi racun bagi anak itu. Hal ini terjadi jika uang itu sekadar digunakan untuk membeli rokok atau minuman keras. Atau, ini yang paling berbahaya, “meracuni” mentalnya untuk hidup dari mengemis yang pada akhirnya mengekang potensi dirinya.
::
SOLUSI ALTERNATIF KETIGA
Jadi, apa yang harus kita lakukan jika diperhadapkan dengan situasi ini? Peter F. Drucker mengajak kita berpikir kreatif. Menurutnya, di dalam semua persoalan yang benar-benar tidak memiliki kepastian, seseorang memerlukan berbagai solusi kreatif untuk bisa menciptakan sebuah situasi yang baru. (The Efective Executive, Elex Media Komputindo, 1997).
Dalam buku terbarunya, “The 8th Habit”, Stephen R. Covey menganjurkan untuk mencari alternatif ketiga sebagai solusi sinergis. Menurutnya, alternatif ketiga bukanlah kompromi di tengah-tengah, melainkan sesuatu yang lebih baik daripada kompromi. Orang Buddha menyebutnya Jalan Tengah, sebuah posisi tengah yang lebih tinggi –seperti ujung atas segitiga— dan lebih baik daripada dua alternatif yang ada sebelumnya.
Sedangkan Charles E. Smith, seperti yang telah saya kutip dalam buku saya "Awaking The Excellent Habit", mengemukakan, “Tantangan kita dalam mendefinisikan pintu-pintu gerbang di antara dua dunia adalah: menemukan batasan-batasan inovatif yang—dengan sendirinya—mengarah pada kemungkinan-kemungkinan yang baru dan menyatu bagi manusia.”
Charles E. Smith memakai ungkapan “kemungkinan baru”, yang diperoleh dari menemukan batasan inovatif. Drucker memakai ungkapan “situasi yang baru”, yang dapat dihasilkan oleh solusi kreatif. Covey memakai ungkapan “alternatif ketiga” sebagai hasil dari upaya kreatif sepenuh hati.
Kembali kepada situasi menghadapi anak-anak jalanan, apa yang harus kita perbuat? Kemungkinan baru, situasi yang baru, atau alternatif ketiganya seperti apa? Di sinilah upaya kreatif sepenuh hati, dengan menyinergikan pendekatan Akal-penalar dan Budi-pekerti, memberikan solusi inovatif. Salah satunya adalah yang dilakukan oleh United Nations Volunteer (UNV) melalui kampanye “Stop Beri Uang, Beri Kami Kesempatan” di jalanan kota Jakarta.
Tanggal 5 Desember telah ditetapkan sebagai Hari Volunteer Sedunia. Dalam rangka memperingatinya, pada tanggal 5 Desember 2004, PBB dalam hal ini melalui UNV melakukan kampanye di Jakarta untuk kepedulian terhadap anak jalanan. Harapannya, kampanye ini akan mengubah paradigma masyarakat terhadap pemberian kepada anak jalanan serta menggalang para sukarelawan yang mendukung kampanye tersebut.
Begini, sebagian bunyi kampanye mereka:
Stop Beri Uang, Beri Kami KesempatanHentikan Memberi Uang Kepada Anak Jalanan. Banyak pihak yang telah mencoba menolong mereka dengan memberikan sekolah gratis, makanan gratis dan rumah singgah bagi mereka. Namun mereka tetap kembali ke jalan. Mengapa? Karena Uang Anda!Karena setiap hari mereka memperoleh "uang gampang" pa ling sedikit Rp.25.000,- itu berarti dalam sebulan mereka bisa memperoleh Rp.750.000,- Jumlah yang cukup besar, tidak heran mereka memilih untuk tetap di jalan.
Tapi jika dibiarkan, 10-20 tahun lagi mereka akan tetap berada di jalanan dan bisa jadi menjadi preman yang tinggal di jalan dan melahirkan anak-anak kurang mampu dan yang tidak berpendidikan. Ini akan menjadi lingkaran setan di negara kita.
Mereka bukannya tidak punya pilihan lain, apa yang bisa kita lakukan agar mereka tidak berada di jalanan lagi ?
1. Berhenti memberikan uang kepada mereka di jalanan.
Dengan begitu kita menolong mereka dari resiko-resiko berbahaya serta memberikan kesempatan kepada mereka untuk menyambut uluran tangan yang berguna untuk masa depannya kelak. Dengan kita berhenti memberikan "uang gampang" berarti kita telah menjadi sukarelawan pasif dalam usaha pemulihan hak asasi anak. Di satu sisi kita kasihan melihat mereka namun jika kita memberi uang maka mereka akan tetap seperti itu dan tidak mau menyambut uluran tangan yang berniat membantu mereka. Di sisi lain, dengan tidak memberikan uang kepada mereka di jalanan, maka kita dapat berharap masa depan mereka akan lebih baik dari sekarang ini.
2. Dukung semangat mereka untuk bekerja dan berusaha.
Berikan reward kepada semangat bekerja dan berusaha. Sebisa mungkin, meskipun akan ada selisih harga, belanjalah kebutuhan Anda kepada usaha-usaha yang dikelola oleh mereka. Anggaplah selisih harga ini sebagai derma untuk mereka. Lebih ekstrim lagi, belanjalah kepada mereka meskipun Anda tidak terlalu membutuhkan barangnya. Hal ini sekali lagi jauh jauh lebih baik daripada sekedar memberikan "uang gampang" kepada mereka di jalanan. Lewat tindakan kita dan kesempatan yang kita berikan, kita secara tidak langsung sedang memulihkan hak-hak asasi anak menurut "Konvensi Hak Anak" PBB (diratifikasi Keppres RI No.36/1990): hak untuk hidup, hak untuk tumbuh dan berkembang, hak untuk memperoleh perlindungan, hak untuk berpartisipasi.
Upaya kreatif sepenuh hati dapat menawarkan solusi inovatif bagi kita untuk membuat sebuah perbedaan. Sesuatu yang sederhana dan tidak sulit, bukan? Ya, karena kita semua diciptakan (created) oleh Sang Pencipta (Creator) sebagai ciptaan (creature) yang memiliki daya cipta (creativity). Yang diperlukan hanyalah upaya sepenuh hati, yaitu dengan menyinergikan pendekatan Akal-penalar dan Budi-pekerti.
Ayo kita “ngobyek”. Ngobyek membuat perbedaan di dunia kita masing-masing. Dan, dimulai dari hal yang kecil. Sekarang.