Tuesday, May 8, 2007

Ketukan Malam Dari Surga

Oleh Hilda Nababan
MALAM ITU DI JALAN KAYU PUTIH 1, tampak dua sosok perempuan sedang berjalan menembus heningnya malam. Eli beserta teman kostnya berniat mendatangi rumah Bernadeth. Jarak kost mereka dengan tempat tinggal Bernadeth hanya beberapa blok sehingga bisa ditempuh dengan berjalan kaki. Tidak seperti biasanya, rumah tersebut tampak gelap dari luar.
“Tok tok tok…”
“Fidel…Fidel…,” seru Eli memanggil anak lelaki Bernadeth yang berumur 13 tahun. Ternyata, yang keluar adalah... mamanya. Mereka dipersilahkan masuk, disambut dengan ruangan tak bercahaya, suram, dan terlihat kamar tidur berantakan. Kelesuan tersirat di wajah Ibu Bernadeth. Seperti tak ada gairah kehidupan. Bernadeth adalah ketua home cell mereka di Gereja Katolik Bonaventura. Tak tampak profil seorang pembina rohani yang biasanya selalu penuh senyum, kehangatan, dan semangat hidup dalam menggembalakan jiwa-jiwa.
“Hei… Kak Bernadeth, lagi ngapain nih gelap-gelapan begini? Fidel lagi di mana?,” tanya Eli dengan penasaran.
”Tau nih, saya lagi hamil, si Fidel pergi ke BSD malam-malam begini. Sudah begitu, suami saya malah mengijinkan Fidel pergi. Saya tidak bisa terima tuh, tambah ruwet,” jawabnya. Seakan ingin melepaskan beban hidup yang menghimpitnya, sederetan kata-kata bernada keputusasaan keluar begitu saja dari bibirnya.
“Hhehhhh… Hidup saya lagi kacau balau nih. Ingin rasanya bunuh diri.” Matanya menerawang. Berbagai perasaan berkecamuk dalam benak wanita ini.
Eli sempat terpelongo karena baru kali itu dia melihat ketua home cell-nya tak berdaya. Eli bertanya dengan hati hati.
“Hmmmm…kenapa kak, kok hamil-hamil mau mati? Boleh saya tahu ada apa, Kak?”
“Hidup saya terlalu berat untuk dijalani. Saya sedang hamil. Fidel kabur entah ke mana. Ini juga benjolan-benjolan kecil yang kayak kacang ijo di bawah kulit payudara sangat sakit sekali. Kadang-kadang darah keluar dari puting, ampun….perihnya! Sepertinya jurang sudah siap menyantap saya. Hamil saya kali ini, saya merasa capek banget deh, jasmani dan rohani, jauh dibanding hamil pertama. Kadang-kadang saya ingin menyudahi hidup,” lirihnya.
“Kak Bernadeth, saya ingin sekali agar permasalahan kakak bisa kita tanggung bersama. Saya memang belum pernah menikah dan tidak mempunyai anak. Mungkin saya tidak bisa merasakan persis apa yang Kak Bernadeth rasakan, tapi Tuhan tahu semua yang kakak alami. Kakak tidak berjalan sendirian. Ada saya dan anak-anak home cell yang lain siap memberi pertolongan.”
Warna hidup menjadi berbeda, gairah menyala kembali. Pertolongan Tuhan tak pernah terlalu dini atau pun terlambat. Seruan kata-kata iman kesembuhan terhadap kanker payudara kirinya, dilontarkan setiap hari pasca kehamilannya.
“Tuhan…bakarlah semua benjolan yang ada di tubuhku. Aku tahu Engkau menolongku tidak setengah setengah.”
Dalam hitungan 4 bulan kehamilannya, lambat laun benjolan-benjolan kecil yang ganas, bernanah serta berderet dan bergelayut di bawah kulit payudara, mengempes dan layu. Pertolongan dan penguatan teman-teman seiman terus bergulir menghampiri Ibu Bernadeth. Sungguh, pertolongan Tuhan mengepungnya.
::
“HELEN, AKU BARU SAJA MENDAPAT INFO DARI TEMAN MARIA, bahwa ada ibu yang akan melahirkan dan butuh bantuan dana,” ujar Agnes.
“Memangnya kenapa?,” tanya Helen mengharapkan penjelasan yang lebih rinci.
“Soalnya ibu itu, namanya Bernadeth, ada kanker payudara di sebelah kiri sehingga harus operasi caesar. Tapi, tidak punya dana cukup untuk biaya operasi caesar,” jelas Agnes lebih lanjut.
“Oh..gitu. Ok deh kita bawa permasalahan ini kepada pemimpin AOC,” ujar Helen menutup pembicaraan lewat telpon di akhir tahun 2006 itu. Helen adalah salah satu staf yang bekerja di Poliklinik “Kasih” Kana. Sedangkan Agnes adalah salah seorang anggota jemaat AOC, Maria adalah kakaknya.
Sabtu, 27 Januari 2007, tepatnya jam 22.46 di Rumah Sakit Carolus, Jakarta Pusat.Dunia bertambah jumlah penghuninya dengan kelahiran Pio Rafael De Euksritia. Panjang 48 cm dan berat 3,5 kg. Operasi caesar dibantu pembiayaannya oleh gereja AOC.
Ucapan syukur mengalir dalam kehidupan keluarga Bernadeth dengan memberitahukan kabar gembira kepada teman-teman dan para sahabatnya. Turut merasakan kebahagiaan mereka, Maria berkomentar, “Kak Bernadeth, sudah saatnya mengampuni mama, biar berkat dan anugerah turun loh.”
“Iya, betul. Telpon mama Kak Bernadeth gih, kabarin kelahiran Pio. Ayo dong ampuni mama. Apapun yang pernah terjadi di masa lalu biarlah berlalu,” balas Florida, teman Maria dengan antusias. Bernadeth terhenyak dengan anjuran kedua malaikat yang sangat peduli akan hidupnya. Namun, ia masih ragu-ragu.
“Aduh, kalau soal memberitahukan kelahiran mah gampang. Tapi, kalau mengampuni, aduh, aduh, sudah bertahun-tahun tidak ada komunikasi sama mama. Jadi inget-inget lagi deh yang lalu,” melas Bernadeth.
Maria terus menyemangati, “Ayo, mulai ampuni mama. Biar berkat-berkat tidak tertahan, biar hidup Kak Bernadeth penuh dengan kemajuan.”

::
SUATU HARI SETELAH SI KECIL PIO BOLEH DIBAWA PULANG.
“Halo, siapa ini?”
Terdengar jawaban di seberang sana, “Ma, aku Bernadeth.”
Tangis pun pecah.
“Maafin mama ya, ampuni mama ya.”
“Sudahlah, Ma. Bernadeth juga minta maaf. Jangan diingat-ingat yang lalu. Aku sudah melahirkan anak kedua,” kata Ibu Bernadeth melalui telpon kepada mamanya. Tak banyak yang diuraikan, namun mengandung makna yang sangat dalam antar ibu dan anak ini.
Wajah Bernadeth tampak berbinar-binar. Ternyata selain kehadiran kedua buah hatinya, hubungan Bernadeth dengan mamanya mencair setelah bertahun-tahun tidak ada komunikasi. Terjadi rekonsiliasi di antara mereka.
Kejadian demi kejadian itu, sungguh tepat seperti yang dikhotbahkan oleh salah seorang pemimpin jemaat AOC, Eddy Sariatmadja, pada 22 April 2007. Tatkala kita memberi bantuan kepada orang-orang yang membutuhkan, sesungguhnya kita bukan hanya sedang menyalurkan bantuan semata, tetapi kita sedang menyalurkan iman bagi terjadinya mukjizat laksana anak kecil yang memberi 5 roti dan 2 ikan.
“Inilah yang terpenting dalam kehidupan saya, bahwa saya sudah bisa dekat dan berhubungan kembali dengan mama,” ungkap Bernadeth.
“Salam ya buat seluruh pemimpin dan jemaat AOC yang sudah bantu biaya kelahiran Pio. Saya sangat terberkati kasih Tuhan melalui kalian. Tuhan memberkati,” serunya sambil melambaikan tangan mengiringi Darsum, Hindrasto, dan Hilda yang bergegas masuk ke dalam mobil karena hujan deras turun disertai angin yang berhembus kencang sore 22 April 2007. Kami dari tim The Newsmaker meluncur pulang dengan hati bersyukur kepada Tuhan atas sebuah kisah nyata yang luar biasa.
Betapa tidak. Sebelumnya, kita sama sekali tidak mengenal Bernadeth. Lewat sebuah rantai yang cukup panjang, pertolongan Tuhan dapat kita salurkan bagi keluarga Bernadeth. Bayangkan. Helen-Agnes-Maria-Florida-Eli-Bernadeth & mamanya. Tuhan memiliki banyak cara untuk menolong dan memulihkan umat-Nya. Bagian manusia adalah tetap menjaga iman bahwa Tuhan tidak pernah meninggalkan kita. Amin!